Padatahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah wafat. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut 'amul huzni (tahun duka cita). 2. Dakwah Rasulullah SAW pada periode Medinah Kaum Muhijirin adalah kaum yang melakukan perjalanan atau kaum yang berhijrah ke Madinah bersama Rasulullah SAW. Sedangkan Kaum Anshar adalah mereka yang menerima kedatangan kaum SAW menerapkan substansi yang tepat untuk menjalankan misi dakwahnya, agar tidak menimbulkan permasalah baru di Kota Madinah. Berikut beberapa isi dakwah Rasulullah SAW di Madinah1. Membina Persaudaraan antara Kaum Anshar dan Kaum MuhajirinDi antara misi Nabi Muhammad SAW adalah mempersaudarakan antara kaum Anshar dengan kaum Muhajirin. Di Madinah, kaum Anshar sangat menerima kaum Muhajirin dengan tangan memperbolehkan kaum Muhajirin untuk tinggal di rumahnya, juga kaum Anshar menyediakan segala kebutuhan serta fasilitas yang diperlukan oleh Kaum Yatsrib diganti namanya menjadi Madinah al-Munawaroh. Untuk memperkuat dan mempererat tali persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, maka Nabi Muhammad SAW pun mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum para sahabat yang dipersaudarakan oleh Rasululloh SAW adalah sebagai berikutAbu Bakar Ash-Shiddiq bersaudara dengan Kharijah bin ZaidHamzah bin Abu Muthalib bersaudara dengan Zaid bin HaritsahUmar bin Khattab bersaudara dengan Itban bin MalikBilal bin Rabah bersaudara dengan Abu RuwaihahAmir bin Abdillah bersaudara dengan Sa’ad bin MuadzAbdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi’Zubair bin Awwam bersaudara dengan Salamah bin SalamahUsman bin Affan bersaudara dengan Aus bin TsabitThalhah bin Ubaidillah bersaudara dengan Ka’ab bin MalikAbu Huzaifah bin Utbah bersdaudara dengan Ubbah bin Bisyr2. Membentuk Masyarakat yang Berlandaskan Ajaran IslamKetika Nabi Muhammad SAW sampai di Madinah, beliau langsung membuat kota Madinah dengan masyarakat yang berlandaskan ajaran-ajaran Islam, sepertiMenciptakan kebebasan dalam beragamaMenyerukan azan, salat, zakat dan puasaMenjunjung tinggi prinsip-prinsip kemanusiaan3. Mengajarkan Pendidikan Politik, Ekonomi dan SosialBidang PolitikRasulullah sebagai kepala negara, tentunya beliau mengatur sistem politik serta menerapkan dasar bagi sistem politik Islam yaitu musyawarah. Dengan musyawarah ini umat Islam bisa mengangkat wakil-wakil rakyat atau kepala pemerintahan. Serta membuat peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyatnya, selagi aturan tersebut tidak menyimpang dari ajaran Islam dan sesuai dengan sumber hukum Islam yakni Al-Qur’ EkonomiDalam bidang ekonomi, Rasulullah SAW menerapkan beberapa sistem perekonomian, di antaranya adalah sistem ekonomi Islam harus bisa menjamin terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh bidang perekonomian ini ada beberapa pendapatan, yaitu di antaranyaPendapatan utama. Pendapatan utama ini pada masa Rasulullah adalah zakat. Dikarenakan zakat itu merupakan salah satu kewajiban yang harus dikeluarkan oleh umat Muslim dan termasuk rukun sekunder atau pendapatan pendukung. Pendapatan pendukung ini pada masa Rasulullah SAW didapatkan dari uang tebusan para tawanan perang, serta didapatkan dari wakaf harta benda yang didedikasikan untuk umat SosialPada bidang sosial, Nabi Muhammad SAW sangat menjunjung tinggi prinsip-prinsip kemanusiaan. Beliau menerapkan bahwa semua orang dalam pandangan Islam itu sama. Maksudnya adalah derajat manusia semuanya sama di hadapan Allah yang membedakan hanyalah Muhammad SAW adalah seorang pemimpin yang paling berhasil dalam mengajarkan pendidikan politik, ekonomi maupun dalam bidang sosialnya. Beliau adalah satu-satunya orang yang sangat berhasil sepanjang sejarah, baik dalam hal keagamaan maupun keduniaan. Kalausesudah peristiwa hijrah Rasul saw., sakinah masih tetap turun kepada Nabi saw., maka tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa beliau tidak memerlukannya lagi pada saat hijrah itu. kita berrada di zaman Rasulullah saw. Dan sunnah yang sysriatkan Allah bagi umatnya. Wahai Umat Islam, Pahamilah ! Kepada setiap muslim, baik dari kalangan Strategi dakwah Rasulullah di Madinah sangat penting kita pelajari secara mendalam, terutama bagi Muslim Indonesia. Mungkin sebagian pembaca akan bertanya, apakah strategi dakwah belasan abad yang lalu masih cocok untuk zaman sekarang? Saya bisa katakan, justru karena itulah yang menjadikan pembahasan ini menarik. Meskipun beda zaman tapi kita harus memahaminya! Biar tidak terkesan pernyataan saya berlebihan. Sebelum pembahasan inti mengenai strategi dakwah Rasul di Madinah, saya terlebih dahulu akan mengulas dua hal yang menjadikan tulisan ini memang layak menyita waktu pembaca. Pertama, kenapa pengetahuan tentang topik ini masih kita butuhkan untuk saat ini? Kedua, Apa yang menjadikan dakwah di kota Madinah ini spesial? Oke, mari kita jawab satu per satu ya.. Kenapa Kita Perlu Mengetahui Strategi Dakwah Rasulullah? Tahun 1978 Michael H Hart mencuri perhatian dunia lewat bukunya The 100 A Ranking of the Most Influential Persons in History. Sebagaimana judulnya, buku garapan astrofisikawan asal Amerika Serikat tersebut menampilkan seratus tokoh yang menurutnya memiliki pengaruh paling hebat dalam sejarah. Buku ini menuai kontroversi ketika Hart menempatkan Nabi Muhammad di posisi pertama. Tapi agaknya Hart juga menyadari hal ini, karenanya sedari awal dia mengemukakan alasan kenapa pilihan pertamanya jatuh kepada Sang Nabi “My choice of Muhammad to lead the list of the world’s most influential persons may surprise some readers and may be questioned by others, but he was the only man in history who was supremely successful on both the religious and secular levels” Pilihan saya terhadap Muhammad untuk memimpin daftar orang-orang paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan beberapa pembaca dan mungkin yang lain akan mempertanyakannya. Tetapi dia lah Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang sangat sukses baik dalam bidang keagamaan maupun bidang keduniawian” Pilihan Hart menjadi semakin masuk akal jika mengingat bahwa Nabi Muhammad tidaklah seberuntung kebanyakan tokoh lain dalam buku tersebut. Nabi Muhammad terlahir sebagai yatim lalu menjadi yatim-piatu ketika baru berumur enam tahun. Ia tumbuh di keluarga yang sederhana dengan kesehariannya mengembala domba. Lebih dari itu, kota Mekah di selatan Jazirah Arab, yang merupakan tempat lahir dan tumbuhnya, hanyalah sebuah daerah terbelakang. Wilayah ini tidaklah sebanding dengan dua kerajaan digdaya kala itu, yakni Persia dan Romawi. Dari kondisi pelik tersebut Nabi Muhammad justru berhasil menyebarkan dakwahnya sebagai utusan Tuhan. Beliau juga sukses membangun sebuah sistem sebagai kepala pemerintahan. Pengaruh keberhasilan dakwah Nabi bahkan masih terasa hingga sekarang. Terlepas apakah semua orang sepakat atau tidak dengan posisinya sebagai nomor wahid sebagaimana dalam buku The 100, faktanya Nabi Muhmmad memang salah satu sosok yang punya pengaruh luar biasa, baik selama masa hidupnya maupun sampai saat ini. Namun tidakkah kita bertanya bagaimana strategi Nabi Muhammad dalam dakwahnya sehingga bisa berhasil menjadi sosok yang begitu berpengaruh? Bagaimanapun juga, keberhasilan Nabi Muhammad tentu tidak terlepas dari strategi, metode dan pendekatannya dalam berdakwah. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa kita harus memahami strategi dakwah Rasul. Apalagi bagi seorang muslim yang meyakini Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah yang dengan segala kesederahanaannya harus digugu dan ditiru. Untuk bisa mengambil ibrah dari jejak beliau, khususnya dalam pengaruh dakwahnya, kita tentu harus mengetahui strategi yang telah terbukti kesuksesannya. Kenapa Periode Madinah? Dakwah Nabi selama sekitar 22 tahun 2 bulan 22 hari terbagi dalam dua periode, yakni periode Mekah dan periode Madinah. Kedua periode tersebut sama-sama memiliki perananan yang sangat penting dalam pembangunan fondasi dakwah Rasulullah. Namun di saat yang sama, ada strategi dakwah yang berbeda pada setiap periode karena adanya perbedaan situasi dan kondisi masyarakat. Artinya, andaipun kita sudah mengetahui seluruh strategi dakwah Rasulullah, bukan berarti kita bisa menerapkan seluruhnya pada masa kini. Pada poin ini lah pembahasan strategi dakwah Rasulullah di Madinah menjadi semakin penting. Terutama karena adanya beberapa kesamaan situasi Madinah di masa Nabi dengan kondisi kita saat ini, khususnya di Indonesia. Salah satu kemiripan konteks Indonesia saat ini dengan kondisi Madinah pada masa Nabi adalah komposisi dan struktur sosial yang plural. Indonesia saat ini dan Madinah kala itu sama-sama terdiri dari ragam agama, suku, dan budaya. Madinah Kala Itu dan Indonesia Saat Ini Kemajemukan penduduk Madinah kala itu secara umum bisa terlihat dalam beberapa kategori Hermawan, 2017 59-60, antara lain 1 Segi kebangsaan, penduduk Madinah terdiri dari bangsa Arab dan bangsa Yahudi. Bangsa Arab pun terbagi dalam dua suku besar yaitu suku Aus dan Suku Khazraj yang bermigrasi dari Arabia selatan. Sedangkan bangsa Yahudi juga terkelompok dalam beberapa suku seperti Bani Quraizhat, Bani Nadhir, Bani Qunaiqa’, Bani Tsa’labat, dan Bani Hadh. Masyarakat Indonesia di sisi lain juga berasal dari bangsa yang ada di dunia. Sekarang semua ragam bangsa itu bersatu di bawah panji NKRI; 2 Segi daerah, mereka adalah orang-orang Arab Mekah, orang-orang Arab Madinah dan Yahudi Madinah. Dalam konteks Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan, Indonesia memiliki daerah yang sangat banyak, bahkan memiliki pulau; 3 Struktur sosial dan kultur, masing-masing suku di Madinah memiliki perbedaan dalam adat istiadat. Indonesia juga terdiri dari lebih 300 suku, setiap suku memiliki adat istiadat yang khas; 4 Segi ekonomi, bangsa Yahudi adalah golongan ekonomi kuat yang menguasai pertanian, perdagangan dan keuangan. Adapun orang Arab merupakan golongan kelas dua. Berdasarkan data World Bank, Untuk melihat pengelompokan masyarakat Indonesia dari segi ekonomi kita bisa melihat data World Bank. Setidaknya ada tiga kelompok berdarasarkan pengeluaran setiap kelompok dalam sebulan. Pertama, kelompok miskin pengeluaran kurang dari Rp 354 ribu per kapita per bulan. Kedua, kelompok rentan Rp 354-532 ribu. Ketiga, kelas menengah Rp 532 ribu sampai Rp 1,2 juta. Terakhir, kelas atas lebih dari Rp 6 juta; 5 Segi agama dan keyakinan, mereka terdiri dari atas penganut agama Yahudi, Kristen minoritas, Islam, dan penganut paganisme. Di indonesia, ada enam agama resmi yang diakui oleh Negara, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Bahkan jika kita menghitung jenis aliran kepercayaan, kita akan menjumpai angka yang lebih fantastis lagi. Struktur masyarakat Madinah yang plural ini lah salah satu alasan strategi dakwah Rasulullah di Madinah signifikan kita ketahui. Hal ini karena kondisi tersebut sangat mirip dengan struktur masyarakat Indonesia saat ini. Dengan begitu kita bisa menjadikannya sebagai acuan dalam menyiarkan nilai-nilai keislaman yang luhur di tengah pluralitas masyarakat Indonesia. Lebih dari itu, kita juga bisa membangun peradaban yang lebih tinggi sebagaimana yang Rasulullah ukir di sejarah Madinah. Madinah selain bearti “kota”, juga memiliki makna “peradaban”. Sejalan dengan namanya, Madinah adalah sebuah kota dengan peradaban yang sangat tinggi setelah kedatangan Rasulullah saw. Makanya ia terkenal dengan Madinatur Rasul, Kota Rasulullah. Sebagaimana Mekah, Nabi Muhammad juga sangat mencitai kota Madinah. Jika Mekah adalah kota di mana Rasulullah dan agama Islam lahir, maka Madinah merupakan titik balik peradaban Islam mulai berkembang. Selain itu, di Madinah lah Nabi wafat. Hal inilah yang menjadi alasan para sahabat bersepakat untuk menjadikan tahun peristiwa hijrah sebagai awal kalender dan sejarah Islam. Kesepakatan tersebut terjadi pada masa pemerintahan Umar ibn Khattab di tahun ke-16 ada yang mengatakan pada tahun 17 atau 18. Hal ini juga terdokumentasikan dalam Sahih Imam Bukhari no. 3934 dari riwayat Sahl bin Sa’d مَا عَدُّوا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ “Mereka tidak menghitungnya dari Nabi saw. menjadi rasul maupun dari meninggalnya, mereka menghitungnya berdasarkan dari kedatangan Nabi ke Madinah”. Di Madinah ini Nabi Muhammad berdakwah selama 9 tahun, 9 bulan, dan 9 hari, sebagaimana pendapat Al-Khudhari Cholil, 2006 83. Dakwah Rasulullah periode Madinah ini menjadi suatu kekuatan yang terorganisasi yang pengaruhnya bahkan masih terus bertambah hingga sekarang ketika pemeluk agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad mencapai lebih dari 1,6 miliar jiwa atau sekitar 23% dari total populasi yang mencapai 6,9 miliar pada tahun 2010. Selain meneguhkan ajaran tauhid monoteisme, materi dakwah pada periode ini juga berkaitan tentang masalah kemasyarakatan dan kenegaraan. Ayat-ayat Al-Qur’an yang turun juga berkaitan dengan masalah-masalah tersebut. Menurut Amahzun 2005 331-350, strategi dakwah Nabi Muhammad di Madinah terbagi dalam dua bidang tersebut. Strategi Nabi di bidang politik dan pemerintahan dan di bidang hubungan sosial kemasyarakatan ini lah yang akan kita bahas mendalam. A. Strategi Dakwah di Bidang Politik dan Pemerintahan Ilustrasi Masjid Nabawi di Zaman Nabi ResearchGate Salah satu strategi dakwah Rasululllah di Madinah adalah dengan memperbaiki dan membangun sistem politik dan pemerintahan. Dalam hal ini setidaknya ada tiga strategi utama Nabi Muhammad 1. Membangun Masjid sebagai Media dan Pusat Dakwah Strategi pertama Nabi Muhammad ketika sampai di Madinah adalah membangun sebuah Masjid. Masjid pertama di Madinah tersebut bernama Masjid Quba, sesuai dengan nama lokasinya, yakni desa Quba. Lahan masjid ini Rasulullah beli dari dua anak yatim, Sahl dan Suhail bin Amr. Setelah Masjid Quba, Nabi Muhammad juga membangun sebuah masjid yang sekarang kita kenal dengan Masjid Nabawi. Di salah satu sudut masjid tersebut lah tempat kediaman beliau, dengan dua kamar untuk dua istri beliau, Aisyah dan Saudah. Bangunan Masjid Nabawi kala itu tentu tidak sama dengan model-model masjid di era sekarang dengan segala kemewahannya seperti Hagia Sophia atau masjid-masjid lainnya. Bangunan Masjid Nabi tidak lebih dari sebuah bangunan sederhana yang sangat jauh dari kata “mewah”. Muhammad Husein Haekal 1984 mendeskripsikannya sebagai berikut “Masjid itu merupakan sebuah ruangan terbuka yang luas, keempat temboknya terbuat dari bata dan tanah. Atapnya sebagian terdiri dari daun kurma dan sebagian lagi sengaja terbuka, sebagian lagi sebagai tempat fakir-miskin tunawisma. Tidak ada penerangan dalam masjid pada malam hari. Hanya pada waktu Isya ada penerangan dengan membakar jerami. Hal ini berjalan selama sembilan tahun. Sesudah itu baru lah ada lampu-lampu yang terpasang pada batang-batang tiang kurma sebagai penopang atap tersebut. Tempat tinggal Nabi tidak mewah keadaannya dari pada masjid meskipun memang sepatutnya lebih tertutup.” Fungsi Masjid Pembangunan Masjid tersebut merupakan salah satu langkah paling strategis dalam dakwah Rasulullah periode Madinah. Masjid tersebut oleh Nabi juga berfungsi sebagai pusat kegiatan politik dan pemerintahan saat itu Al-Mubarakfury, 2003 248. Karena selain tempat ibadah, Nabi juga menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Di masjid juga Nabi mengadili berbagai perkara yang muncul di masyarakat, musyawarah, pertemuan-pertemuan dan lain sebagainya. Dengan pembangunan masjid ini, umat Islam tidak lagi ketakutan untuk melaksanakan salat dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Mereka tidak khawatir lagi dari kejaran orang-orang musyrik dan orang-orang yang tidak suka terhadap Islam, sebagaimana di periode Mekah sebelumnya. Hermawan, 2017 61. Dari hari ke hari Masjid Nabawi menjadi ramai, baik oleh jamaah salat maupun untuk kegiatan-kegiatan masyarakat lainnya bersama Nabi Muhammad. Al-Qahthani, 1994 123 Pilihan menjadikan masjid sebagai pusat pembangunan sistem politik dan pemerintahannya merupakan langkah strategis Rasulullah dalam keberhasilan dakwahnya di kemudian hari. *** Sekarang, apa pelajaran yang bisa kita ambil dari strategi dakwah Nabi ini? Jika kita hanya terfokus pada masjid sebagai kunci suksesnya dakwah Rasulullah, agaknya kita masih belum teliti membaca penjelasan di atas. Jika pembangunan masjid adalah salah satu tonggak keberhasilan dakwah Rasulullah, maka itu bukanlah pada “bangunannya”, melainkan pada “fungsinya”. Jumlah bangunan masjid ketika itu tidaklah banyak dan bangunannya juga tidak megah. Tapi Rasulullah berhasil mengoptimalkan fungsi bangunan sederhana tersebut menjadi tempat pemecahan persoalan umat, menyatukan umat -bukan sebaliknya. Tentu pembangunan masjid dewasa ini bukanlah hal yang negatif selama fungsinya sejalan dengan pembangunannya. Semakin banyak masjid seharusnya semakin banyak pula dampak positifnya. Semakin megah bangunannya seharusnya semakin tinggi pula peradaban yang ada di sekelilingnya. Sebaliknya jika pembangunan masjid belum bisa sejalan dengan fungsinya untuk umat seharusnya kita kembali muhasabah. Jangan-jangan kita membangun masjid bukan untuk mengikuti jejak langkah Sang Nabi melainkan sekadar pemuasan ego kita saja? Na’uzubillah… 2. Membangun Kota Madinah sebagai Pusat Pemerintahan Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah yang kedua di bidang politik dan pemerintahan adalah menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan Negara. Strategi ini pada dasarnya adalah lanjutan dan masih berkaitan dengan strategi yang pertama. Pembangunan masjid oleh Nabi tidak hanya menjadi tonggak berdirinya masyarakat Islam, namun juga merupakan titik awal pembangunan kota. Jalan-jalan raya di sekitar masjid dengan sendirinya tertata rapi. Lama-kelamaan, daerah sekitar pembangunan tersebut menjadi pusat kota dan pusat perdagangan serta pemukiman masyarakat. Dalam dokumen-dokumen sejarah juga terlihat bahwa Rasulullah sangat besar perhatiannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan sarana jalan dan jembatan. Beliau bersama-sama masyarakat Madinah membangun jembatan-jembatan yang menghubungkan antara satu lembah dengan lembah yang lain. Dengan begitu masyarakat setempat dapat berhubungan dengan masyarakat lainnya. Ramainya pembangunan di Madinah menyebabkan masyarakat dari wilayah lain berdatangan ke kota baru ini, baik untuk perdagangan maupun tujuan-tujuan lainnya. Hal inilah nantinya yang mengantarkan Madinah menjadi kota terbesar di jazirah Arabia Hermawan, 2017 67. Strategi dakwah Nabi yang kedua ini juga bisa terlihat dari penggantian nama kota pilihan hijrahnya tersebut. Perubahan nama dari Yastrib menjadi Madinah menunjukan rencana Nabi dalam rangka mengemban misi sucinya dari Tuhan. Yakni misi menciptakan masyarakat yang berbudaya tinggi masyarakat madani kemudian menghasilkan suatu entitas sosial politik, dan Madinah sebagai pusatnya. *** Dalam konteks yang berbeda, Soekarno juga pernah menerapkan strategi serupa. Sang Proklamator RI tersebut membangun kota Jakarta yang menjadi Ibu kota Indonesia untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari seluruh dunia. Secara kontekstual, terbangunnya sebuah peradaban masyarakat merupakan modal penting untuk mendatangkan ketertarikan para investor. Ketertarikan ini tentu berdampak positif pada pembangunan infrastruktur dan pada akhirnya akan membawa kemajuan ekonomi. Secara tidak langsung hal ini akan berkontribusi dalam mewujudkan peradaban yang lebih tinggi. Meskipun pembangunan peradaban tetap dengan catatan harus memperhatikan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang Rasulullah teladankan. 3. Membuat Piagam Madinah sebagai Konstitusi Negara Strategi dakwah Rasulullah di Madinah selanjutnya adalah membuat sebuah perjanjian yang mengikat semua komponen masyarakat Madinah, baik muslim maupun non-muslim. Perjanjian Madinah ini dikenal dengan Piagam Madinah yang ditulis pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H Ahmad,2008 387-388. Piagam Madinah ini merupakan aturan yang menjadi konstitusi masyarakat Madinah yang bersedia hidup berdampingan secara damai di bawah kepemimpinan Rasulullah. Piagam dengan kesepakatan bersama itu menjadi titik tolak pembentukan negara yang demokratis. Karena di dalam perjanjian tersebut terdapat poin-poin yang memberikan kebebasan kepada para penduduknya. Termasuk juga untuk penduduk non-muslim dalam menjalankan perintah agamanya tanpa mendapat gangguan apapun Hermawan, 2017 63. Piagam Madinah tersebut membuat suatu perubahan struktur masyrakat Madinah yang radikal dari konfederasi kesukuan menjadi masyarakat baru. Yakni dengan menjadikan ajaran-ajaran moral sebagai instrumentasi hukum yang jelas. Namun perlu dicatat bahwa piagam Madinah pada dasarnya merupakan perpaduan dari dua dokumen yang digabungkan oleh para sejarawan. Dokumen pertama adalah hasil perjanjian damai Nabi dengan orang-orang Yahudi. Sedangkan yang kedua adalah dokumen yang mengatur hubungan antar sesama Muslim dan menentukan hak dan kewajiban masing-masing. Mubasyaroh, 2014 60 Dari sisi politik, Piagam Madinah menggambarkan sebuah doktrin politik religius politico-religious doctrine yang berdasarkan pada persaudaran universal. Dengan adanya piagam ini pula Nabi lebih mudah untuk menjalankan sistem yang mengatur hubungan antar masyarakat Madinah. Secara keseluruhan Piagam Madinah bertujuan untuk menjelaskan berbagai tanggung jawab seluruh elemen masyarakat Madinah serta penentuan hak dan kewajibannya masing-masing. *** Penerapan Piagam Madinah sangat erat kaitannya dengan tugas terpenting negara dan pemerintahan untuk membuat perundang-undangan demi mewujudkan ketentraman masyarakat. Suatu negara akan bisa merealisasikannya, ketika supremasi hukum bisa tegak. Mahzun, 2005 335 Bagi umat muslim saat ini, setidaknya ada dua arti penting dari dokumen Piagam Madinah tersebut. Pertama, sebagai sumber utama untuk memahami sifat negara Islam pertama dan bagaimana Nabi Muhammad mengatur urusannya. Kedua, sebagai acuan tentang kebijakan Nabi Muhammad SAW dan bermanfaat untuk menyelenggarakan negara modern manapun yang berdasarkan Islam. Dalam konteks Indonesia, Piagam Madinah ini agaknya setara dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar UUD 1945. Sebagaimana maklum, kedua dokumen dasar Negara Indonesia tersebut merupakan hasil kesepakatan para pendiri bangsa untuk memujudkan keutuhan NKRI yang plural. Saat yang sama, ini juga menjadi tantangan kita bersama untuk mempertahankan keduanya untuk mencegah terjadinya disintegrasi bangsa Indonesia tercinta ini. B. Strategi Dakwah di Bidang Hubungan Sosial Kemasyarakatan Ilustrasi Sosial Masyarakat Madinah Zaman Nabi Salah satu fokus dakwah Rasulullah di Madinah adalah membangun hubungan sosial kemasyarakatan yang sebelumnya tersekat oleh perbedaan suku dan agama. Beberapa strategi dakwah Nabi dalam bidang ini antara lain 1. Al-Muakhat Menciptakan Hubungan Persaudaraan Baru Salah satu strategi dakwah Rasulullah periode Madinah adalah menciptakan persaudaraan baru antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Yakni kaum muslimin yang berasal dari Mekah dengan umat Islam Madinah. Penerapan Langkah tersebut untuk memperkuat barisan umat Islam di kota Madinah Ahmad, 2008 370. Strategi ini sangat berperan penting sebagai titik awal bagi Rasulullah untuk menyatukan seluruh masyarakat Madinah demi terwujudnya Madinah yang damai. Untuk itu, sebelum melakukan konsilidasi dengan non-muslim, Rasulullah terlebih dahulu memperkokoh persatuan internal umat muslim agar bisa bersaudara demi Allah. Dengan persaudaraan ini, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan persaudaraan yang berdasarkan darah. Lantas apa yang bisa kita petik dari strategi ini? Satu hal yang bisa kita garisbawahi dari strategi dakwah Nabi ini adalah bahwa persatuan merupakan esensi dari sebuah perjuangan dakwah. Tanpa persatuan internal muslim ketika itu, mungkin kita tidak akan bisa menyaksikan syiar Islam bertahan lama sampai saat ini. Artinya, ketika ada yang melakukan sebuah perjuangan dengan membawa nama “dakwah islamiyah” maka tidak ada lagi kata “Islamku” dan “Islammu”. Karena semuanya berada di bawah panji Islam yang rahmatan lil alamin. Tujuannya mengantarkan umat manusia menuju peradaban yang lebih tinggi sebagaimana yang Rasulullah contohkan. Namun persatuan mustahil tercapai jika kita masih berkutat pada debat kusir yang tiada ujungnya. Jika bangsa lain sibuk dengan riset ilmiah, masa kita masih berkutat di persoalan qunut, bid’ah, dan persoalan “sepele” lainnya? 2. Resolusi Konflik dan Persatuan Antarsuku di Madinah Sebelum Nabi hijrah ke kota ini, konflik antarsuku merupakan suatu hal yang lumrah di masyarakat Madinah. Ketika itu perang saudara di antara masyarakat Madinah adalah sesuatu yang biasa. Klimaksnya terjadi pada peperangan antara suku Aus dan suku Khazraj. Perang yang terkenal dengan Perang Bu’ats ini terjadi di pinggiran kota Madinah pada tahun 618 M atau lima tahun pra-hijrah. Peristiwa ini melibatkan hampir semua suku-suku Arab di Madinah. Demikian juga suku-suku Yahudi, semuanya bersekutu dengan kelompoknya masing-masing Engineer, 1999 46. Pola struktur masyarakat Madinah yang berdasarkan pada organisasi suku semakin mempertegas perselisihan yang ada. Karena struktur seperti ini pasti akan mengikat semua anggota dengan pertalian darah. Sistem hubungan ini menumbuhkan solidaritas yang kuat di antara keluarga-keluarga suku. Semangat ini pada akhirnya menimbulkan fanatisme yang mendalam ashabiyat. Setiap suku merasa yakin mampu berdiri sendiri tanpa hidup berdampingan dengan suku lainnya. Akibatnya, hampir tidak ada hubungan harmonis antarsuku yang ada, makanya setiap suku tidak mempunyai keprihatinan sosial terhadap nasib suku lain. Hermawan, 2017 55 Realitas sosial Madinah yang penuh dengan konflik secara politis “sangat menguntungkan” posisi Nabi Muhammad untuk melakukan gerakan politik dakwah al-siyasy. Kondisi ini juga kesempatan Nabi untuk mengambil peran dalam proses rekonsiliasi di antara masyarakat Yastrib kala itu. Di sisi lain, rivalitas suku Aus dan Khazraj dalam konteks perebutan ruang dominasi juga mempermudah Nabi untuk menyatukan masyarakat Madinah. Kehadiran Rasulullah sebagai tokoh yang terus bersinar membuat mereka melakukan inisiatif untuk masuk Islam sehingga bisa memperoleh legitimasi yang kuat. Baiat Aqabah Dukungan orang Madinah terhadap Rasulullah tertuang dalam sebuah penyataan kesetiaan pada Rasulullah yang dikenal dengan Bai’at Aqabah. Peristiwa ini terjadi dua kali yaitu pada tahun 621 M dan 622 M. Kedua peristiwa tersebut kemudian akrab sebagai Baiat Aqabah I dan II Pulungan, 197779. Baiat Aqabah merupakan bentuk persekutuan politik dan bagi Nabi merupakan investasi politik yang luar biasa dalam konteks pembumian risalah beliau. Selain menyelesaikan konflik panjang masyarakat Madinah, Baiat Aqabah juga mengantarkan pada kemajuan di berbagai aspek kehidupan. Selain itu juga menjadikan kota Madinah sebagai sebuah kota peradaban. Strategi dakwah Nabi dalam menyelesaikan perseteruan panjang masyarakat Madinah ini mengajarkan kita betapa pentingnya sosok pemimpin. Sosok yang bisa menjadi sentral perdamaian masyarakat. Pemimpin seperti ini, baik pemimpin agama maupun pemimpin politik dan Negara, akan menjadi jembatan untuk kemajuan Negara. Ia juga menjadi tembok baja terjadinya disintegrasi bangsa. 3. Membangun Kesepakatan Kerjasama dan Perdamaian Antarumat Beargama Madinah merupakan kota heterogen yang penghuninya terdiri dari tiga komunitas agama yang berbeda yaitu komunitas Muslim, Yahudi dan komunitas Paganis. Kondisi inilah yang membuat Rasulullah berkeinginan untuk mengupayakan terjadinya kerjasama dan perdamaian antarkomunitas yang berbeda tersebut. Banyak pakar percaya bahwa perintah menjadikan Bait al-Maqdis sebagai kiblat umat Muslim di awal periode Madinah merupakan petunjuk untuk Nabi. Yakni sebagai sinyal agar Nabi mendapatkan dukungan dari komunitas Yahudi yang juga beribadah menghadap Bait al-Maqdis. Rasulullah agaknya menyadari betul bahwa persatuan antarkomunitas agama di Madinah ini merupakan salah satu kunci penting dalam kesuksesan dakwah beliau. Salah satu upaya kongkret mewujudkan hal tersebut adalah dengan membangun kesepakatan kerjasama antarumat beargama yang ada, khususnya dengan komunitas Yahudi. Kesepakatan tersebut merupakan bagian dari Piagam Madinah. Isi Piagam Madinah Di antara isi Piagam Madinah adalah sebagai berikut Kaum Muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing; Apabila ada musuh yang memerangi salah satu pihak, maka mereka wajib membantu pihak terserang tersebut; Kaum Muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama; Muhammad adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk Madinah. Bila terjadi perselisihan antara kaum Muslimin dan Yahudi, maka penyelesaiannya tergantung kepada keadilan Nabi Muhammad sebagai pemimpin tertinggi di Madinah. Rasulullah telah memberikan tauladan melalui Piagam Madinah dalam penataan hubungan antar agama dalam Islam setelah hijrah dari Mekah ke Madinah. Raharjo, 1993 25-29 Sebagai sebuah kontrak sosial, Piagam Madinah secara keseluruhan memuat 47 pasal. Secara keseluruhan, pasal-pasal tersebut menggambarkan semangat kebersamaan, toleransi antar umat beragama dan dialog dengan prinsip kesetaraan. Dari semua pasal yang termuat dalam piagam Madinah menurut Munawir Sjadzali Sjadzali, 1993 15 prinsip dasarnya memuat dua hal pokok. Pertama, semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku merupakan satu komunitas. Kedua, hubungan antarsesama anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas lain berdasarkan pada nilai-nilai berikut a Bertetangga baik; b Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; c Membela yang teraniaya; d Saling menasehati; e Menghormati kebebasan beragama. Perjanjian ini merupakan upaya Nabi Muhammad melakukan pembaharuan secara cermat dan bijaksana terkait dengan berbagai konflik di Madinah. Tentang hal ini Nicholson, yang dikutip Asghar Ali Engeneer, menyatakan “Tak seorangpun dapat mengkaji dokumen ini tanpa terkesan oleh kejeniusan politik penyusunnya. Perjanjian ini merupakan buah pikiran yang arif dan bijaksana sekaligus merupakan terobosan baru… …Muhammad tidak secara terbuka menyerang kemandirian para suku yang ada. Namun sesungguhnya beliau menghantamkanya dengan cara memindahkan pusat kekuasaan yang ada di kepala suku ke tangan masyarakat. Komunitas muslim adalah mitra aktif yang dalam waktu dekat akan mendominasi negara baru yang baru saja terbentuk.” Engineer, 1999 34 *** Dari strategi dakwah Nabi ini kita bisa mengatakan bahwa Islam, melalui dialog, memberi ruang dan kesempatan besar bagi terjadinya pencerahan umat. Karena nilai-nilai Islam memang elalu kontekstual dan menyapa kehidupan sesuai karakter kehidupan yang sangat beragam. Konsekuensinya, pluralisme dalam keberagamaan umat Islam menjadi kemestian untuk dikembangkan. Pluralisme religius secara inheren selalu merupakan masalah kebijakan publik di mana setiap pemerintahan Islam harus mengakui dan melindungi hak individu. Yakni hak pemberian Tuhan kepada setiap pribadi untuk menentukan sendiri nasib spiritualnya tanpa paksaan. Hermawan, 2017 66 Dari sini kita bisa melihat dengan jelas bahwa lahirnya Piagam Madinah bukanlah kecelakaan sejarah historical accidence. Akan tetapi merupakan perjalanan sejarah yang sudah terencanaby desain sebagai sebuah skenario untuk membumikan dakwah Islamiyah. Epilog Sekarang kita bisa merangkum bahwa ada dua bidang penerapan strategi dakwah Rasulullah di Madinah. Yakni di bidang sosial kemasyarakatan dan di bidang politik dan pemerintahan. Secara lebih rinci ada enam strategi dakwah Rasulullah di Madinah Membangun Masjid sebagai Media dan Pusat Dakwah; Membangun Kota Madinah sebagai Pusat Pemerintahan; Membuat Piagam Madinah sebagai Konstitusi Negara; Al-Muakhat Menciptakan Hubungan Persaudaraan Baru; Resolusi Konflik dan Persatuan Antarsuku di Madinah; Membangun Kesepakatan Kerjasama dan Perdamaian Antarumat Beargama. Dari semua pembahasan di atas, semakin terang bahwa keberhasilan Nabi membangun peradaban Madinah tidak terlepas dari strategi dakwahnya di periode Madinah. Meskipun hal ini bukanlah satu-satunya rahasia kesuksesan dakwah beliau. Karena prinsip dan metode dakwah Nabi –yang dapat menembus jiwa dan hati umat manusia, juga mempunyai peran yang sangat penting. Namun, kesuksesan strategi dakwah Rasulullah di Madinah ini menjadi kunci penting perkembangan risalah beliau hingga sekarang. Lebih dari itu, strategi dakwah Rasulullah di Madinah ini merupakan pembelajaran berharga untuk membangun peradaban bangsa Indonesia menjadi lebih tinggi. Terlebih lagi bagi umat muslim dalam menyiarkan nilai-nilai Islam luhur yang rahmatan lil alamin. [DK] “He was a man in whom creative imagination worked at deep levels and produced ideas relevant to the central questions of human existence” –W. Montgomery Watt– *Tulisan ini pertama kali terbit pada 23 Agustus 2020 _ _ _ _ _ _ _ _ _ Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂 Silakan bagi share ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat! Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Baca panduannya di sini! Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook di sini! RasulullahSAW menunggu sepuluh tahun untuk bisa membebaskan Mekah, namun beliau memasukinya dengan kerendahan hati dan memaafkan mereka yang dahulu menyakiti, bahkan tanpa mengungkit sedikitpun dosa mereka yang menggunung, persis dengan akhlak nabi Yusuf AS yang sangat menjaga perasaan kakak-kakaknya yang dahulu membuat makar untuk membunuhnya Dakwah Rasulullah Di Madinah Erat Kaitannya Dengan Peristiwa – Pentingnya 1 Muharram bagi Nabi serta 12 amalan di tahun baru Hijriah seperti membaca doa ini dan bersedekah. Menggambarkan hijrah, 1 Muharram atau Tahun Baru Hijriah sangat erat kaitannya dengan hijrah Nabi saw. Lengkap dengan 12 Amalan di Tahun Baru Hijriah Seperti Sholat Sedekah / Pixabay / Enrique / Dakwah Rasulullah Di Madinah Erat Kaitannya Dengan Peristiwa Tahun Baru 1 Muharrem atau Hijriyah sangat erat kaitannya dengan hijrahnya Nabi saw. Lengkap dengan 12 Amalan di Tahun Baru Hijriah, seperti Sholat Amal. Tren Hijrah Konstruksi Baru Identitas Muslim Milenial Urban Indonesia Lantas apa sebenarnya makna 1 Muharram bagi Nabi SAW menurut sejarah Islam? Lalu amalan seperti apa Simak penjelasannya di bawah ini. Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah dan Madinah pada tahun 622 untuk mempertahankan iman dan menghindari gangguan kaum kafir Quraisy. Berdasarkan catatan sejarah, sebelum datangnya Islam, bangsa Arab menggunakan penanggalan sendiri dan sudah mengenal nama-nama bulan dan hari. Baca Juga Top 4 Destinasi Wisata di Alam Lembang, Seru lho, Cocok untuk Liburan Keluarga dan Pasangan Kelas X Pai Dan Bp Kalaupun harus menggunakan tahun, itu hanya berkaitan dengan peristiwa yang telah terjadi, seperti tahun Gajah dikaitkan dengan waktu pendudukan Abrahah selama penghancuran Ka’bah. Berikut 12 amalan sederhana yang bisa kita lakukan dari tanggal 1 Muharram hingga akhir bulan Muharram 1444 Hijriah. Dikutip dari buku Kanzun Naja karya Surur Fi Ad’iyyati Tasyarahus Shudur karya Syekh Abdul Hamid, berikut ini ada 12 amalan di bulan Muharram “Ada sepuluh amalan di bulan Asyura, menambah dua amalan lagi lebih sempurna. Puasa, berdoa, jaga silaturahim, jenguk orang salih, jenguk orang sakit dan pejamkan mata. Usap kepala anak yatim, sedekah, mandi, tambah rezeki keluarga, potong kuku dan baca Surah Al Ikhlas 1000 kali. Soal Pat Pai Kelas X Baca juga Budayakan 4 Hal Ini dalam Menyambut 1 Muharram 1444 H, Diselesaikan dengan Bacaan Doa Awal Tahun Beserta Artinya “Barangsiapa membaca Surah Ihlas 1000 kali, dia tidak akan mati sebelum melihat tempatnya di surga.” Al-Hadits Kanzul-Ummal Buya Yahja menjelaskan angka 1000 kali, hingga 10000 kali dibuat oleh para ulama, karena surat Al Ikhlas merupakan surat yang dihafalkan oleh seluruh umat Islam. “Belum ada prediksi sampai sejauh mana, itu hanya saran para ulama. Ini bukan tentang 10k, tapi mari kita lakukan amal yang baik. Untuk membebaskan diri dari api neraka,” ujar Buya Yahya dalam tayangan YouTube Al Bahjah TV pada 19 Februari 2019.*** Istri & Puteri Rasulullah ﷺ REDEEM FF CODE 9 Maret 2023, Terbaru, Claim dan Reboot, Ada Diamond di Hadiah Tak Terduga, GARENA GRATIS Prediksi Skor Barito Putera vs Persebaya BRI Liga 1 Preview, Stats, Head to Head & Susunan Pemain Awal Bukan hanya anjing yang membuat bidadari pengampun pulang, tapi juga ini, kata Ustadz Abdul Somad Jadwal Acara TV MOJI TV Jumat 10 Maret 2023 Ka Live Proliga 2023, Moji Movie, UEFA Europa League Perjuangan Nabi SAW menyebarkan Islam tidak berhenti di Mekkah. Ia melanjutkan perjalanan dakwahnya dengan berimigrasi ke Madinah. Isteri & Puteri Rasulullah ﷺ Mengutip buku Pendidikan Agama Islam, Sejarah Peradaban Islam yang ditulis oleh Dr. H. Murodi, ada beberapa faktor yang menyebabkan Rasulullah SAW memilih Madinah sebagai tempat hijrahnya umat Islam. Pertama, Madinah adalah tempat terdekat. Kedua, sebelum diangkat menjadi nabi, Nabi menjalin hubungan baik dengan penduduk kota. Alasan ketiga, penduduk Madinah dikenal dengan akhlak dan sifat baiknya. Dan keempat, Rasulullah berhijrah untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Masyarakat Madinah baik hati, peduli dan cerdas. Karena itu, dakwah Islam lebih mudah diterima penduduk Madinah daripada penduduk Mekkah. Namun, bukan berarti perjuangan Nabi berlangsung damai. Banyak kendala yang ia temui saat berdakwah. Salah satunya adalah Madinah yang dihuni oleh berbagai komunitas dan agama terutama Kristen dan Yahudi yang memiliki tradisi keagamaan masing-masing. Manfaat Mempelajari Dakwah Rasulullah Pada Periode Mekkah Tidak jarang konflik terjadi di antara kelompok-kelompok ini karena masalah kepercayaan, politik, dan bahkan ekonomi. Bukan hal yang mudah untuk berdakwah di tengah situasi. Lantas apa inti dari khutbah Nabi di Madinah? Kedatangan Nabi Muhammad dan Islam di Madinah disambut dengan tangan terbuka. Nabi mendapat dukungan dan sambutan dari kaum Ansar. Selain itu, kaum Muhajir giat menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Madinah. Melihat kondisi tersebut, Rasulullah akhirnya mempersaudarakan kaum Ansar dan Muhajirin untuk mengikat setiap umat Islam dari berbagai suku dalam ikatan kemasyarakatan yang kuat, senasib dan perjuangan yang sama dalam semangat ukhuwah Islamiyah. Pertama, Nabi menjadikan Abu Bakar saudara dari Khariya bin Zuhair Jafar, Abi Thalib kepada Mu’adh bin Jabal, Umar bin Khattab kepada Ibnu bin Malik, dan Abi Thalib dipilih sebagai saudaranya. Sejarah Masjid Jin Di Makkah, Saksi Bisu Baiat Suci Bangsa Jin Di sisi lain, untuk menciptakan suasana nyaman dan damai di Madinah, Nabi membuat perjanjian dengan kaum Yahudi. Dalam perjanjian tersebut, setiap kelompok berhak memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing. Beberapa isi perjanjian tersebut adalah Sebagaimana telah dijelaskan pada poin sebelumnya, Nabi menegaskan bahwa masyarakat Madinah harus memiliki kebebasan beragama. Tujuannya agar umat Islam, Yahudi dan Nasrani dapat hidup berdampingan secara damai dan tenteram. Selain itu, Nabi juga mengajarkan ilmu dasar agama seperti shalat, zakat dan puasa, serta prinsip-prinsip kemanusiaan. Prinsip kemanusiaan disampaikan Nabi melalui dakwahnya saat menunaikan ibadah haji. Khotbah tersebut antara lain berisi tentang larangan menumpahkan darah kecuali dengan hak, larangan mengambil hati orang lain secara palsu, larangan riba, larangan penganiayaan dan perintah menjauhi dosa. Pdf Pesona Hijrah Al Rasul Sebagai Asas Peradaban Jihad Dan Sistem Penanggalan Islam Nabi adalah satu-satunya orang dalam sejarah yang berhasil dalam urusan agama dan dunia. Begitu pula dalam urusan politik, Nabi menjadi pemimpin politik yang sangat efektif. Terbukti hingga saat ini Nabi itu banyak pengaruhnya. Rangkuman dakwah rasulullah di madinah, sejarah dakwah rasulullah di madinah, makam rasulullah di madinah, dakwah rasulullah di madinah, perjuangan dakwah rasulullah di madinah, metode dakwah rasulullah di madinah, strategi dakwah rasulullah di mekah, substansi dakwah rasulullah di madinah, strategi dakwah rasulullah di madinah, makalah dakwah rasulullah di madinah, substansi dakwah rasulullah di mekah, pintu makam rasulullah saw di madinah Padaakhirnya, fakta sejarah membuktikan bahwa, setelah puasa Ramadan dan kemenangan Badar, kehidupan di Madinah semakin harmonis dan semarak. Islam tampil sebagai agama yang berkemajuan, karena mampu membangun peradaban melalui perbaikan moral dan spiritual masing-masing individu Muslim secara sistemik dan menyeluruh. Puncak Puasa Ramadan
ArticlePDF AvailableAbstractThe concept of the relationship between da'wah and power, especially what was practiced by the Prophet Muhammad in his da'wah in the Medina period, is an important object of research. This period was the starting point of the victory of da'wah which had enormous implications for the development of Islam in its end. The results showed that preaching and power in the Medina period had very strong relations. Most Islamic law cannot be implemented without a policy of authority. Power is inspired and exercised by the direction of revelation while preaching becomes strong and effective sustained by strength. Evidently the compilation of legalities possessed by the Prophet Muhammad was obtained through the process of Bai'at I and II in Medina, the development of Islam proceeded very quickly to reach the Arabian peninsula. The success of the Prophet Muhammad's leadership in Medina in integrating da'wah and power was important to make policy foothold by state officials. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Dakwah Dan Kekuasaan Studi Dakwah Nabi Muhammad pada Periode Madinah Mastori STAI PTDII Jakarta Email mastory87 A. Salman Maggalatung UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Zenal Arifin Institut Pembina Rohani Islam Jakarta Abstract The concept of the relationship between da'wah and power, especially what was practiced by the Prophet Muhammad in his da'wah in the Medina period, is an important object of research. This period was the starting point of the victory of da'wah which had enormous implications for the development of Islam in its end. The results showed that preaching and power in the Medina period had very strong relations. Most Islamic law cannot be implemented without a policy of authority. Power is inspired and exercised by the direction of revelation while preaching becomes strong and effective sustained by strength. Evidently the compilation of legalities possessed by the Prophet Muhammad was obtained through the process of Bai'at I and II in Medina, the development of Islam proceeded very quickly to reach the Arabian peninsula. The success of the Prophet Muhammad's leadership in Medina in integrating da'wah and power was important to make policy foothold by state officials. Keywords Da'wah, Power, Medina Abstrak Konsep relasi dakwah dan kekuasaan, khususnya yang dipraktekan oleh Nabi Muhammad dalam dakwahnya pada periode Madinah penting menjadi objek penelitian. Periode ini merupakan titik tolak kemenangan dakwah yang memiliki implikasi yang sangat besar bagi perkembangan Islam pada masa-masa sesudahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dakwah dan kekuasaan pada periode Madinah memiliki relasi atau hubungan yang sangat kuat. Bahkan syariat Islam sebagian tidak dapat diterapkan tanpa adanya kebijakan kekuasaan. Kekuasaan diilhami dan dijalankan dengan petunjuk wahyu sementara dakwah menjadi kuat dan efektif ketika ditopang oleh kekuasaan. Terbukti ketika legalitas kekuasaan telah Nabi Muhammad dapatkan melalui proses bai‟at I dan II di Madinah, perkembangan Islam berproses sangat cepat hingga menguasai jazirah Arab. Keberhasilan kepemimpinan Nabi Muhammad di Madinah dalam menginetgrasikan dakwah dan kekuasaan penting untuk dijadikan pijakan kebijakan oleh para penyelenggara negara. Kata kunci Dakwah, Kekuasaan, Madinah 190 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 Pendahuluan Dakwah Islam memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam, bahkan menjadi tujuan utama diutusnya para Nabi dan Rasul. Melalui kegiatan dakwah yang dilaksanakan oleh para Nabi, lahir perubahan-perubahan masyarakat dalam skala kecil maupun besar kearah yang lebih baik terutama perubahan dalam bidang pemikiran, pedoman dan orientasi hidup serta etika dan budaya. Secara substansial, dakwah adalah perwujudan atas tuntutan iman yang diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia dengan melakukan proses perubahan atau rekayasa sosial melalui sentuhan rasa, pola pikir dan sikap agar seirama dengan tuntutan ajaran Islam. Proses perubahan sosial ini secara bertahap berhasil dilakukan oleh nabi Muhammad dalam waktu sekitar 23 tahun di Jazirah Arab. Menurut Abudin Nata, risalah Islam yang diturunkan kepada Rasulullah ini didakwahkan melaui berbagai pendekatan diantaranya adalah melalui pendekatan tarbiyah atau pendidikan terhadap masyarakat Arab ketika itu. Pendekatan dakwah yang digunakan oleh Nabi dalam memenuhi kewajiban dakwah ini, umat Islam harus memperhatikan rambu-rambu Islam dan tidak menghalalkan segala cara yaitu dengan cara menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai rujukan atau suri teladan, baik metode, etika dan ushlubnya. Perjalanan dakwah nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam, seluruhnya wajib dijadikan sebagai suri teladan bagi generasi umat Islam sesudahnya terutama dalam membangun masyarakat Islam yang kuat sehingga mampu menciptakan situasi sosial, politik dan keamanan yang kondusif dan dapat memberikan perlindungan bagi segenap manusia yang hidup dalam naungan Islam. Dengan demikian, selain merupakan perintah Allah untuk meneladani Nabi Muhammad SAW, termasuk dalam merealisasikan kewajiban dakwah, beliau merupakan sosok teladan yang terbukti berhasil mewujudkan tatanan masyarakat Islam yang kuat. Keberhasilan beliau dalam mengelola dakwah memberikan dampak yang luar biasa bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, wajar bila Michael H. Hart dalam bukunya yang berjudul “Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah” meenempatkan Nabi Muhammad sebagai tokoh pertama yang paling berpengaruh bagi kehidupan umat manusia sepanjang masa dan mengalahkan tokoh-tokoh berpengaruh dunia dakwah Nabi Muhammad terhadap terciptanya peradaban manusia yang tinggi tidak dapat dilepaskan dari peran beliau sebagai Kepala Negara di Madinah yang kemudian berhasil menancapkan pilar-pilar politik Islam. Pilar ini Asep Saeful Muhtadi, Era baru Politik Muhamadyah, Bandung, Penerbit Humaniora, 2005. 5 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta, PT Grafindo Persada, 2010. 204 Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta, Pustaka Jaya, 1986. 28 Menurut Saidi, dalam Islam ilmu politik masuk dalam pembahasan fiqh siyasah yang merujuk kepada sumber-sumber hukum Islam yang baku yaitu kitab suci Al-Qur‟an, Sunah atau segala yang bersumber dari Nabi baik perkataan, perbuataan maupun taqrir nabi, M a s t o r i , d k k D a k w a h d a n K e k u a s a a n … … 191 yang kemudian dijadikan sebagai acuan oleh generasi sesudahnya untuk menyebarkan Islam keseluruh pelosok dunia. Dalam menjalankan aktivitas dakwah di Madinah, Nabi Muhammad memainkan peran yang berbeda dibanding dakwahnya di Mekah. Di Mekkah Nabi hanya berkutat pada pembinaan tauhid dan ajakan untuk memeluk agama Islam. Ajakan itu kadang diterima dan kadang ditolak. Penolakan tersebut kerap diiringi dengan cacian, hinaan bahkan siksaan. Menghadapi semua itu Nabi dan sahabat beliau menyikapinya dengan kesabaran dan tidak membalas perlakuan kasar mereka dengan kekerasan. Kondisi demikian berbeda dengan karakter dakwah Nabi Muhammad di Madinah yang lebih berani, terbuka dan menjawab berbagai tantangan hingga sampai pada peperangan atau jihad fi sabilillah. Hal ini disebabkan di Madinah beliau telah memiliki kewenangan atau kekuasaan dalam mengimplementasikan risalah Islam yang beliau bawa. Dengan kecerdasan dan bimbingan wahyu yang beliau terima, kekuasaan yang ada dijalankan untuk menerapkan Islam dalam menghukumi masyarakat baru di Madinah yang beliau Ahmad Usyairi, ada tiga alasan dakwah yang dibawa Nabi Muhammad mendapat sambutan yang positif sehingga diterima sebagai agama oleh penduduk Madinah, yaitu ; Pertama, secara historis, penduduk Yatsrib/Madinah termasuk masyarakat yang memiliki hubungan dekat dengan agama samawi. Kedekatan itu membuat banyak penduduk Madinah yang mendengar dan berdekatan dengan orang- orang Yahudi perihal agama samawi itu. Kedua, Orang-orang Arab di Madinah terbiasa mendengarkan kabar akan kedatangan Rasul akhir zaman dari lisan orang-orang Yahudi di Yastrib Madinah. Sebab orang-orang Yahudi Yastrib kerap melontarkan ancaman kepada orang Arab Yastrib bahwa apabila telah datang Nabi akhir zaman maka mereka akan mengikuti nabi tersebut dan mengusir orang-orang Arab. Ancaman tersebut biasanya terlontar ketika Yahudi Yastrib berselisih dengan orang Arab. Tanpa disadari, orang-orang Arab Yastrib justru ikut menunggu-nunggu kabar kedatangan Nabi tersebut dan bertekad menjadi pengikutnya sebelum orang-orang Yahudi mengikuti. Ketiga, sebelum Islam datang, permusuhan yang cukup keras melibatkan dua suku besar di Yastrib yaitu suku Aus dan Khazraj. Karena itu, mereka berlomba kebijakan politik para khalifah pengganti Rasulullah yang dikenal dengan Khulafaur Rasyidin serta pembahasan Fiqh yang bersifat dinamis. Lihat Saidi Abu Jaib, Dirasat Fi Manhaj al Islami al Siyasi, Beirut, Muassisah al-Risalah, 1985. 33 Menurut Ali Mustofa Ya‟kub, dakwah di Madinah berbeda dengan dakwah di Mekkah. Sebab di Madinah telah terbentuk asosiasi atau masyarakat yang dengan suka rela hidup diatur dengan sistem Islam beserta hukum-hukumnya. Sekalipun dalam komunitas masyarakat tersebut terdapat anggota masyarakat yang beragama selain Islam seperti Yahudi dan Nasrani. Konten dakwah yang diajarkan sekaligus dipraktekan Nabi pada periode ini seputar masalah kenegaraan dan kemasyarakatan. Kekuatan Islam pada periode Madinah semakin terbentuk kokoh dan kuat. Karena itu, dakwah tidak lagi mengandalkan bahasa lisan namun bahasa kekuasaan yang dijadikan sebagai metode untuk menerapkan dan mendakwahkan Islam. Lihat Ali Mustofa Ya‟kub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2000. 76 192 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 untuk masuk kedalam agama Islam sehingga untuk membangun kekuatan lebih dahulu. Dengan demikian, mereka memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalahkan yang Nabi Muhammad mendapat legitimasi kekuasaan dari penduduk Madinah melalalui proses bai‟at, secara praktis Nabi memberlakukan hukum-hukum Islam atas penduduk Madinah yang heterogen. Hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat dan negara pun banyak turun pada periode ini. Dengan demikian, posisi nabi bertambah menjadi kepala negara disamping sebagai kepala agama pembawa risalah yang memiliki wewenang untuk menerapkan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dua kekdudukan berhasil beliau raih yaitu sebagai Rasul sekaligus kepala peran Nabi Muhammad yang semula hanya penyampai risalah menjadi seorang pemimpin politik, memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan Islam di seluruh jazirah arab dan dunia. Menurut L. Stoddard, pada periode itu seakan nabi Muhammad SAW telah berhasil menjadikan padang pasir sebagai amunisi yang di sulut dari kota Madinah dan akhirnya meledak keseluruh jazirah Arab atau timur tengah. Sebab pasca hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah, dalam sejarah umat manusia beliau diakui sebagai tokoh paling sukses dalam mengubah dakwah Nabi Muhammad di Madinah merupakan hasil nyata dari adanya harmoni agama dan politik. Keduanya membentuk satu kesatuan dalam mendobrak kejahiliahan umat manusia ketika itu. Dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana kebijakan dan langkah-langkah dakwah Nabi Muhammad pada periode Madinah khususnya dalam membentuk masyarakat Islam dan menyebarluaskan Islam keseluruh penjuru dunia. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Definisi Dakwah Dakwah merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang terbentuk dari mashdar yaitu dari kata da‟a, yad‟u, da‟watan. Artinya adalah ajakan, seruan atau bentuk seruan atau panggilan dapat dikatakan dakwah bila dilihat menurut kacamata bahasa. Dalam salah satu karyanya, Al Bayanuni menjelaskan bahwa dakwah memiliki banyak varian makna. Dari banyak varian makna tersebut secara substansi memiliki tiga unsur utama yaitu penyampaian, pengajaran dan penerapan ajaran Islam dalam kenyataan hidup manusia itu, subjek yang dibebani untuk menerapkan Islam terbagi menjadi Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Terj. Samson Rahman. Jakarta, Akbar Media, 2013, 99-100 Muhamad Adnan, Wajah Islam Periode Mekah-Madinah dan Khulafaur Rasyidin, Cendekia, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 5 No. 1, Juni 2019, 93 Sujiat Zubaidi, Kritik Epistimologi dan Model Pembacaan Kontemporer, Yogyakarta, LESFI, 2013, 303 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayid Quthb, Jakarta, Penamadani, 2006. 144 Mohamad al Fatah al Bayanuni, al Makhad ila „ilmi ad Dakwah, Beirut, Muassasat al Risalah, 1991. 15 M a s t o r i , d k k D a k w a h d a n K e k u a s a a n … … 193 empat yaitu; individu, keluarga, masyarakat dan negara. Maka dakwah secara seimbang harus mengenai keempat sasaran objek dakwah tersebut. Dakwah memerlukan strategi atau metode yang digali dari fiqhud dakwah Nabi Muhammad. Dalam melaksanakan aktivitas dakwah, nabi Muhammad telah menempuh berbagi metode dan pendekatan tergantung objek dan situasi dakwah yang dihadapi. Secara umum, strategi dakwah yang dijalankan oleh Nabi melingkupi ceramah, dakwah interpersonal, tanya jawab, debat, masyirah dan sebagainya. Adakalanya Nabi Muhammad dakwah secara diam-diam dan dilain waktu dakwah secara terbuka. Dalam rangka terlaksananya ideologi Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan manusia, Islam mewajibkan seluruh pemeluknya untuk menjalankan kewajiban dakwah Islam. Melalui kewajiban dakwah inilah unsur-unsur fitrah manusia dapat terakomodir seperti kecintaan pada kebenaran, keadilan, keadilan dan keamanan. Syarat mutlak bagi kesempurnaan dakwah yang akan membawa keselamatan hidup manusia adalah adanya amar ma‟ruf nahi munkar yang ditujukan untuk melestarikan kema‟rufan dan menghilangkan kemunkaran demi menciptakan kesempurnaan hidup bermasyarakat yang merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial makhluk ijtima‟i.Dengan kata lain, dakwah memiliki orientasi bagi terbentuknya masyarakat Islam yaitu masyarakat yang menerapkan Islam sebagai sistem kehidupan. Menurut Qurais Shihab, orientasi dakwah mestinya tidak berhenti pada aspek pemahaman keagamaan semata tetapi harus pada sasaran yang lebih luas yaitu aktualisasi ajaran Islam dalam seluruh lini kehidupan. Tanpa pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh, karakter Islam yang rahmatan lil „alamin akan sulit diwujudkan dalam kenyataan hidup manusia. Selain itu, bagian penting dari dakwah yang merupakan syarat terwujudnya umat terbaik adalah pelaksanaan perintah amar ma‟ruf nahi munkar memerintahkan pada yang baik dan mencegah dari kemunkaran, sebagaimana firman Allah “ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. QS Ali Imran 110 Memaknai ayat tersebut, Imam Ghazali menjelaskan bahwa ayat ini mengandung pengertian bahwa umat Islam merupakan sebaik-baik umat, dari awal hingga akhir, walaupun secara substansial ada perbedaan antar generasi, sebagaimana adanya dalil bahwa keunggulan sahabat melebihi atas yang lainnya. Namun demikian, prediket sebaik-baik umat akan melekat pada mereka selama Asmuni Syukir, Dasar dasar Strategi Da‟wah Islam, Surabaya, al Ikhlas, 1983. 104 Muhamad Abu Zahra, Ad Dakwah ila Islam, Dar al Fiqri, tt. 129 M. Natsir, Fiqhud Da‟wah, Jakarta, DDII, 1977. 26 Shihab, Membumikan Al-Qur‟an…, 194 194 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 umat Islam konsisten menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari munkar. Bila ini tidak dilakukan maka prediket itu pun akan terlepas dari mereka. Lebih dari itu, ketika kewajiban dakwah ditinggalkan bukan saja hilangnya prediket sebagai umat terbaik dari umat Islam tetapi akan mendatangkan adzab Allah kepada umat manusia secara keseluruhan. Dalam hal ini, Ali bin Abi Thalib berkata „Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan tobat.” Maka musibah atau bencana merupakan bentuk teguran Allah kepada umat manusia agar mereka ingat dan kembali kepada syariat Allah SWT yang dibawa oleh nabi Muhammad. Selama berdakwah di Makkah, Rasulullah menekankan pada sisi kepercayaan yaitu dengan menanamkan keesaan Allah sebagai keyakinan yang kokoh dan bersih dari keraguan dan menanamkan keyakinan akan hari pembalasan setelah kematian yaitu kehidupan akhirat. Adapun ketika Nabi hijrah ke Yastrib sebagai awal terbentuknya kekuasaan Islam, dalam dakwahnya Nabi Muhammad bukan semata menyeru secara lisan tetapi juga membuat kebijakan dan langkah praktis sesuai dengan posisinya sebagai kepala negara. Di antara kebijakan Rasulullah antara lain dengan mendirikan Masjid Nabawi sebagai pusat kegiatan masyarakat Islam, merajut persaudaraan antar anggota masyarakat yang heterogen, menciptakan struktur masyarakat dan pemerintahan yang kuat serta membuat perjanjian dengan kelompok non Muslim terutama kaum Yahudi yang bermukim di Madinah. Langkah Nabi Muhammad membuat perjanjian dengan non Muslim merupakan bukti bahwa negara Islam yang berpusat di Madinah bukanlah negara eksklusif yang tidak menghendaki perbedaan dan toleransi. Prinsip ini terus dipegang teguh oleh pemerintahan Islam sesudah nabi Muhammad terutama pada masa khulafaur rasyidin dan masa-masa kekhilafahan sesudahnya. Selain itu, Nabi Muhammad pun menerapkan syariat Islam secara praktis dalam kehidupan masyarakat madinah yang baru sesuai dengan yang diwahyukan Allah terhadap beliau. Segala persoalan yang dihadapi masyarakat Madinah, muslim maupun non muslim, diserahkan kepada Rasulullah sebagai pemimpin negara Islam di Madinah. Dengan kata lain, Nabi memutuskan perkara hukum yang terjadi antar rakyat dengan rakyat atau antar rayat dengan pejabat menggunakan hukum Islam sesuai petunjuk wahyu. Sifat keadilan hukum Islam yang diberlakukan tersebut pada akhirnya mampu menarik kepercayaan masyarakat Islam terhadap pengadilan Islam yang diberlakukan oleh Nabi Muhammad terahap mereka. Masyarakat senantiasa mempercayakan setiap perkara yang mereka hadapi untuk diadili oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan tegaknya keadilan tersebut membuat masyarakat makin merasa aman dan nyaman. Imam Ghazali, Mukasyafatul Qulb, Surabaya, Penerbit Amelia, tt. 88 Ibnu Mas‟ud,The Miracle of Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Jogyakarta, Laksana, 2018. 138 M a s t o r i , d k k D a k w a h d a n K e k u a s a a n … … 195 2. Konsep kekuasaan Kekuasaan bukanlah istilah yang asing. Kata ini erat kaitannya dengan politik yang memiliki makna kemampuan manajerial dari seorang individu maupun kelompok dalam mengelola sumber kekuatan yang ada di tengah masyarakat sehingga dapat memperkokoh kekuasaan yang dimiliki yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Sumber kekuatan yang memiliki kemampuan memengaruhi dan mengendalikan masyarakat dapat berupa mahasiswa, media massa, elite politik dan militer. Melalui penguasaan terhadap sumber kekuatan ini, menurut Weber, maka individu atau kelompok memiliki potensi besar untuk mengendalikan dan memaksakan orang lain agar mengikuti berprilaku sesuai dengan kehendak atau kebijakan penguasa tersebut. Dalam pandangan Rosyadi, kekuasaan power masuk dalam substansi pokok pada pembahasan ilmu politik. Artinya pembahasan tentang kekuasaan muncul dalam kajian-kajian ilmu politik. Sementara kekuasaan sendiri kerap dimaknai sebagai kemampuan mengendalikan dan meyakinkan orang lain yang ada dalam kekuasaannya dengan kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya agar bergerak bersama meraih tujuan kepemimpinan atau kekuasaan. Atas dasar itu, Selo Sumarjan berpendapat bahwa dalam kehidupan masyarakat kekuasaan memiliki kedudukan yang sangat penting karena keberadaannya ikut menentukan nasib masyarakat yang hidup di bawah kekuasannya. Bila kekuasaan dipegang oleh orang baik dalam sebuah ideologi yang baik maka kekuasaan akan memunculkan kemaslahatan yang besar bagi berjuta-juta orang. Sebaliknya, bila kekuasaan dipegang oleh individu atau kelompok yang jahat maka masyarakat pun akan merasakan tekanan dan kedzaliman. Sebagai makhluk sosial, kekuasaan sangat diperlukan dalam masyarakat sehingga keberadaannya selalu mengiringi kehidupan masyarakat dengan berbagai bentuknya, baik sederhana maupun kompleks. Tanpa ada kekuasaan maka akan membahayakan keberlangsungan hidup manusia yang membutuhkan ketenangan dan kedamaian walaupun tidak semua kekuasaan memunculkan dampak yang positif bagi kehidupan rakyat. Secara sosiologis, kekuasaan dipandang sebagai unsur penting dalam menunjang kehidupan masyarakat namun tidak dalam perspektif baik dan Imam Hidayat, teori teori politik, Malang, Setara Press, 2009. 31 Rafael Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta, Rieneka Cipta, 2001. 190 Rosadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar, Bandung, Sinar Baru, 1983. 45 Seorang Ulama Fudhail bin 'Iyadh berkata bahwa "Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, maka akan aku tujukan doa tersebut kepada pemimpin." Kemudian seseorang mengajukan pertanyaan kepada Fudail, „mengapa demikian‟?. Fudhail menjawab „bila do‟a itu aku tunjukan pada diriku semata maka hal tersebut sekadar bermanfaat bagi diriku. Akan tetapi bila doa itu aku tujukan pada penguasaku maka masyarakat dan negara akan menjadi lebih baik. Surjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002. 288 196 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 buruk. Sebaliknya, dalam Islam, kekuasaan dipandang sebagai alat untuk menegakan nilai-nilai baik dan menghilangkan nilai-nilai buruk dalam masyarakat sesuai dengan prinsip ajaran Islam. Tujuan ini selaras dengan tujuan dakwah yaitu membentuk masyarakat Islam. Kekuasaan dalam pandangan seorang pemikir politik barat bernama Machiaveli, sangat bergantung pada pengalaman empiris manusia. Karena itu, potensial sistem kekuasaan antar manusia disuatu tempat berbeda dengan yang lain. Lebih jauh, dia mengatakan bahwa kekuasaan memiliki otonomi yang terpisah dari ajaran moral, baik agama maupun moral yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dia juga memiliki pendapat bahwa kekuasaan bukan merupakan alat untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan dalam kehidupan masyarakat seperti keadilan dan kebenaran, akan tetapi, kekuasaan menurutnya merupakan alat untuk mengabdi pada kepentingan negara. Kepentingan negara tidak jarang dimaknai sebagai kepentingan para politisi yang mengendalikan negara tersebut. Pemikiran Machiaveli ini, walaupun banyak ditolak secara teoretis namun banyak diamalkan oleh para politikus di berbagai negara. Berbeda dengan konsep kekuasaan yang difahami oleh Islam atau ulama-ulama Islam, kekuasaan dalam Islam diilhami oleh ajaran Islam yang termaktub didalam beberapa ayat al-Qur‟an, terutama yang tercantum dalam surat an Nisa ayat 58-59 yang artinya „sesungguhnya Allah menyuruh kalian menunaikan amanat pada yang berhak menerimanya dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat. 58 Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Qur‟an dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. 59. Para ulama mengkategorikan kedua ayat di atas sebagai dalil tentang urgensi kekuasaan terutama dari aspek tanggung jawab kekuasaan. Bahkan dalam ayat tersebut telah menghimpun prinsip-prinsip ajaran Islam yang agung tentang kekuasaan serta penegasan tentang kekuasaan Allah swt sebagai parameter manusia dalam menjalankan kekuasaan di muka bumi. Sekalipun dunia Islam saat ini banyak dipengaruhi pemikiran sekular ala barat yang cenderung memisahkan agama dari kekuasaan namun dalam pandangan Al Ghazali kekuasaan dan diin memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan keduanya seperti dua saudara yang dilahirkan kembar Ibid, 230 Rapar, JH, Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Agustinus, Machiavelli, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001. 430 Abd Mu‟in Salim, Fikih Siyasah, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2002. 175 M a s t o r i , d k k D a k w a h d a n K e k u a s a a n … … 197 dalam perut yang sama. Maka memisahkan hubungan keduanya bertentangan dengan prinsip ajaran Islam baik dilihat dari aspek teologis maupun historis. Atas dasar itu, pembentukan negara sebagai wadah kekuasaan yang legal adalah wajib secara syar‟i. Kewajiban ini didasarkan pada ijmak sahabat yang masuk dalam kategori fardu kifayah. Secara historis, ijmak ini terlihat dari peristiwa pembai‟atan sahabat Abu Bakar sebagai khalifah pasca wafatnya Rasulullah SAW. Dalam fiqh siyasah peristiwa ini banyak dijadikan sebagai dalil tentang urgensi kekuasaan dalam Islam yang diterima oleh umat secara kolektif paling tidak sejak masa pemerintahan Abu Bakar hingga masa imam Ghazali dan beberapa abad setelahnya. Dakwah Nabi Muhammad pada periode Madinah Masifnya gerakan dakwah Nabi Muhammad di Mekah, menyebabkan Rasul dikenal oleh masyarakat seantero jazirah Arab hingga di kota Yastrib. Kota ini kemudian dikenal dengan nama Madinah. Para penduduk Yastrib, baik dikota maupun desa, melihat dan mendengar kabar tentang dakwah Rasulullah melalui interaksi bisnis dan perdagangan. Periode dakwah Madinah dimulai ketika beberapa orang penduduk Madinah menerima dakwah Nabi Muhammad dan mengikrarkan diri mereka sebagai muslim. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-11 sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul. Akhirnya, berselang satu tahun pasca peristiwa ini, para tokoh di Madinah mengutus sebanyak dua belas orang untuk menjumpai Rasulullah di kota Mekah. Momen pertemuan tersebut berlanjut pada perpindahan kekuasaan kepada Nabi Muhammad melalui prosesi bai‟at I dan II. Menurut Ahmad Sukarja, substansi dari bai‟at pertama lebih menekankan pada aspek moral dan tidak memiliki konsekuensi perlindungan dari ancaman apabila keselamatan Rasulullah bai‟at ini melibatkan seorang wanita bernama Afra bin Abid maka bai‟at ini dikenal juga dengan bai‟at an nisa‟. Bai‟at aqabah pertama ini kemudian diikuti dengan bai‟at aqabah dua yang isinya “Kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi wanita kami. Kami adalah tukang perang dan selalu bertengkar. Jika kami memutuskan hubungan dengan kaum Yahudi, sudikah anda membela kaumku?” Jawab Nabi “Darahmu darahku, perlindungamu perlindunganku, kalian bagian jiwaku, aku akan memerangi Abu Hamid Al Ghazali, Etika Berkuasa, Nasehat-nasehat Imam Ghazali, Bandung, Pustaka Hidayah. 90 Peristiwa ini dimulai ketika sekelompok orang khazraj datang ke kota Mekah menemui Rasul pada musim haji. Pada pertemuan tersebut, Rasul mengajak mereka berdialog dan menanyakan kabar serta mengajak untuk masuk Islam. Mendengar tawaran tersebut, mereka saling menunggu sikap dari kawannya dengan saling berpandangan. Salah seorang diantara mereka mengatakan „wallahi, sebenarnya dia merupakan salah seorang Nabi yang pernah dijanjikan kedatangannya oleh orang Yahudi kepada kalian.‟ Akhirnya, keseluruhan dari suku khazraj ini seluruhnya masuk Islam sembari berharap akan persatuan suku auz dan khazraj melalui agama yang baru mereka anut tersebut Islam. Lihat Syaikh Taqiyudin an Nabhani, Daulah Islam, Bogor, Pustaka Thoriqul Izzah, 2002. 47 Achmad Sukarja, Piagam Madinah dan UUD 1945, Jakarta, UI Press, 1995. 84 198 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 musuh kalian dan aku akan berdamai dengan siapa saja yang berdamai dengan kalian” Peristiwa bai‟at aqabah I dan II selanjutnya menjadi modal awal bagi Nabi Muhammad untuk menancapkan pilar-pilar bangunan masyarakat Islam di Madinah. Setidaknya ada beberapa karakteristik yang dapat dilihat pada aktivitas dakwah beliau di Madinah yaitu pertama, melakukan pembinaan bagi penduduk Madinah yang menerima Islam melalui kelompok-kelompok kecil dalam perhalaqahan. Kedua, membentuk sistem ketatanegaraan baru dalam bentuk negara Islam. Ketiga, menerapkan hukum Islam atas seluruh lapisan masyarakat yang hidup dalam naungan daulah Islam secara serius. Keempat, membangun kerja sama dengan non muslim yang ingin hidup dalam naungan sistem Islam secara damai dan tetap bermuamalah dengan standar aturan yang telah ditetapkan dalam Islam. Dakwah Nabi Muhammad pada periode Madinah merupakan tonggak kemenangan Islam. Sebab, dengan kekuasaan itu dakwah Nabi Muhammad memiliki kekuatan yang diikuti oleh umat dan disegani oleh lawan sehingga Islam dengan mudah menyebar dan diterima oleh masyarakat dunia. Menurut Harun Nasution, atas kebijakan Umar bin Khatab peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah pada tahun 622 M dijadikan sebagai tonggak atau awal tahun baru Islam tahun Hijriah. Sebab dengan kekuasaan baru Nabi Muhammad di Madinah itu, Islam pun mendapat kan banyak kemudahan untuk diterima masyarakat. Dengan demikian, Islam mulai merambah pengaruhnya secara politik ke berbagai wilayah disekitar jazirah Arab. Pada perkembangan selanjutnya, kekuasaan Islam mampu menyebarkan sayap dakwah hingga ke Spanyol, Filipina dan Afrika. Dalam teori modern, hubungan dakwah dan kekuasaan yang dipraktekan Nabi Muhammad pada periode madinah adalah teori integralistik dan simbiotik. Dalam paradigma teori ini, Islam diyakini tidak sebatas aturan yang hanya melibatkan manusia dengan Tuhan melainkan mengatur juga hubungan antar manusia dalam berbagai aspeknya seperti aspek keluarga, hukum, politik, sosial, budaya dan ekonomi. Melalui paradigma ini, kesempurnaan ajaran Islam difahami sebagai innnal Islam Din wa Daulah, sehingga relasi keduanya terbentuk secara formalistik-legalistik dalam pola sebuah sistem Islam. Secara fungsional, menurut al-Mawardi, negara memiliki kedudukan sangat vital dalam dalam kehidupan masyarakat Islam terutama dalam pemeliharaan agama. Melalui fungsi dan kekuatan negara, hukum-hukum Islam dapat direalisasikan secara nyata seperti berbagai persoalan hukum, politik, militer, pidana serta perdata yang secara jelas diatur dalam 86 Mohammad Arif, Dinamika Islamisasi Makkah & Madinah, Asketik Vol. 2 No. 1, Juli 2018. 56 Prof. Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta, UI Press, 1979. 34 Abd Aziz Taba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, Jakarta, Gema Insani, 1996. 42 Abd Qodim Zalum, Pemikiran Politik Islam, Bangil, Izzah, 2001. 155 M a s t o r i , d k k D a k w a h d a n K e k u a s a a n … … 199 Merujuk pada praktik relasi agama dan negara dalam kehidupan umat Islam masa Rasulullah, negara memerlukan fondasi agar dapat menopang keberlangsungan sistem Islam, yaitu Pertama, negara harus menjadikan Islam sebagai rujukan utama dalam menjalankan roda pemerintahan melalui penggalian hukum-hukum Islam oleh imam mujtahid. Kedua, negara harus dipimpin oleh sosok yang memiliki kapasitas, integritas dan otoritas yang secara langsung melekat dalam diri seorang pemimpin. Dengan integritas yang dimiliki seorang pemimpin dapat menyikapi berbagai perbedaan dalam masyarakat secara bijak dan tepat sehingga tercipta tatanan masyarakat Islam yang kuat, damai, adil dan makmur. Ketiga, terciptanya rasa keadilan dalam kehidupan masyarakat sebagai implementasi dari penerapan ajaran Islam secara benar di tengah masyarakat. keempat, terciptanya keamanan yang akan mendorong situasi yang kondusif ditengah-tengah masyarakat sehingga menciptakan daya kreativitas dalam pembangunan masyarakat dan negara. Kelima, memelihara dan merawat kualitas lahan-lahan pertanian secara konsisten dan terus-menerus sehingga menguatkan ekonomi rakyat terutama dalam bidang pangan. Keenam, memelihara harapan dan kemampuan untuk berkembang dalam berbagai bidang kehidupan. Sementara menurut teori simbiotik, agama dan negara tercipta relasi yang simbiotik atau saling memerlukan terutama dalam mewujudkan kemaslahatan bagi dan kebijakan Nabi Muhammad dengan menjadikan kekuasaan sebagai metode untuk menerapkan Islam, menyebarkan dan melindungi dakwah Islam menunjukkan bahwa telah terjadi integrasi dan simbiosisasi antara agama dan politik. Beberapa aktivitas dan langkah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam memuluskan dakwah di Madinah dengan posisinya sebagai kepala negara, yaitu 1. Membangun masyarakat Struktur dan kondisi masyarakat Arab sebelum Islam dikenal dengan masa jahiliah. Ketika Islam datang, sedikit demi sedikit budaya Arab yang buruk mulai terkikis sehingga terbentuklah masyarakat Islam ketika dakwah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Pertama yang dilakukan dalam upaya membangun masyarakat Islami di Madinah adalah dengan cara membangun Suyuti Pulungan, Fikih Siyasah, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Cet. 4, 1999. 227 Ahmad Safi‟i Maarif, Islam dan Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965, Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. 195. Pembahasan tentang fakta posisi nabi Muhamad sebagai pemimpin negara di Madinah mestinya dapat dijadikan sebagai tauladan oleh para penyelenggara negara dimana pun dan kapan pun terutama untuk membentuk masyarakat yang maju dan berperadaban. Sebab bangunan masyarakat yang dipola oleh Nabi Muhamad telah berhasil membalikan kondisi masyarakat arab jahiliah menuju cahaya Islam yang kemudian menjadi mercusuar peradaban. 200 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 masjid sebagai infrastruktur fisik utama yang sederhana namun multifungsi, yakni masjid Nabawi. Pada waktu itu, di kota Madinah ada tiga kelompok masyarakat. Pertama, kaum muslimin dari golongan Muhajirin yaitu umat Islam yang hijrah ke Madinah dan golongan Anshor yaitu umat Islam yang menyambut dan menolong saudara mereka dari golongan muhajirin. Kedua, suku Aus dan Khazraj, mereka adalah kaum musyrik di Madinah yang terlibat konflik berkepanjangan. Ketiga, kelompok Yahudi. Dalam membangun masyarakat baru di Madinah, setidaknya nabi menyiapkan strategi yang berisikan dua fragmen yaitu formal dan mental spiritual. Kedua unsur ini secara efektif mampu menyatukan masyarakat Islam yang baru sehingga membentuk kekuatan tersendiri bagi umat Islam yang berpengaruh besar bagi perkembangan Islam pada masa itu dan sesudahnya. Adapun langkah formal yang Rasulullah terapkan atas masyarakat Islam di Madinah adalah 1. Memberlakukan peraturan dalam bentuk undang-undang yang mengikat bagi seluruh rakyat yang meliputi seluruh bidang kehidupan 2. Kepemimpinan yang ditaati oleh seluruh rakyat terutama kaum muslimin berikut jaminan keamanan yang diberikan kepada Rasulullah sebagai pemimpin. 3. Dibentuknya sistem ketentaraan yang mampu melindungi pemerintahan dan undang-undang yang diberlakukan atas masyarakat 4. Memiliki sumber ekonomi yang kuat bagi negara sehingga negara mampu membiayai penyelenggaran negara 5. Masyarakat Islam telah memiliki orientasi hidup yang sama yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT dengan segala konsekuensinya. 6. Memiliki batas-batas tanah air yang tetap. Pada masa awal dakwah periode Madinah, Rasulullah menjadikan Masjid Nabawi sebagai pusat kegiatan umat, dakwah dan pemerintahan. Pria dan Wanita dari segala usia diberikan kesempatan untuk mempelajari Islam di Masjid tersebut. Orang dewasa menggunakan Masjid sebagai tempat untuk mempelajari Islam yang meliputi Al-Qur‟an, hadits,fiqih dan bahasa Arab. Bagi wanita, selain mempelajari ilmu-ilmu Islam juga belajar keterampilan seperti menenun atau memintal. Di pelataran Masjid anak-anak belajar materi al-Qur‟an, bahasa Arab, berhitung, berkuda, berenang dan memanah. Lihat Abdulah Idi dan Soekarto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Jogyakarta, Tiara Wacana, 2006. 81 Ibrahim dan Darsono, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam, Solo, Tiga Serangkai, 2009. 28 Taqiyudin an Nabhani, Daulah Islam, 71 Zaenal Abidin, Konsep Politik dan Ideologi Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1977. 163 Jamaludin Kafi, Islam Agama dan Negara, Surabaya, Bina Ilmu, 1983, 48. Dalam sejarah Islam, wilayah kekuasaan Islam bersifat berubah-ubah sesuai dengan kekuatan dan misi dakwah yang menjadi kebijakan negara. Pada mulanya Islam hanya berkuasa di Madinah lalu bergerak menguasai Mekah dan Jazirah arab. Namun, wilayah Islam meluas pada masa kekhalifahan Usman bin Affan pada masa pemerintahannya yaitu antara tahun 644 hingga 656 M. Beberapa wilayah yang berhasil ditaklukan dan menjadi bagian dari kekhilafahan M a s t o r i , d k k D a k w a h d a n K e k u a s a a n … … 201 Semua unsur-unsur formal tersebut merupakan syarat terbentuknya negara. Tanpa adanya salah satu dari unsur tersebut maka kestabilan negara akan sulit dijaga. Namun demikian, unsur formil tidaklah cukup maka diperlukan unsur kedua untuk membangun masyarakat yaitu unsur mental spiritual. Unsur mental dalam konteks pembangunan masyarakat di Madinah terdiri atas pertama, terbangunnya rasa persaudaraan antar kaum Muhajirin dan Anshar sebagai hasil dari kebijakan nabi Muhammad pada awal kepemimpinan beliau di Madinah. Kedua, menghapuskan permusuhan antar suku yang disebabkan sentimen kesukuan dan kelompok. Ketiga, membangun persaudaraan di atas ajaran dan spirit Islam dan menegasikan aspek kesukuan dan kedaerahan. Keempat, menghapuskan benih-benih dendam jahiliah pada masyarakat Islam di Pendekatan hukum Pada periode Madinah, selain membangun masyarakat juga seperti dikemukakan pada pembahasan terdahulu juga melalui pendekatan hukum. Pada saat itu, pelaksanaan konstitusi menjadi otoritas Nabi Muhammad SAW secara penuh sebab kebijakan Nabi sebagian besar merupakan bagian dari wahyu yang wajib diterapkan dan dilaksanakan oleh masyarakat Islam di Madinah tanpa campur tangan pihak lain. Melalui kewenangan hukum itu, Nabi Muhammad menghukumi masyarakat Islam dengan hukum yang bersumberkan pada al-Qur‟an ataupun Sunah. Kepercayaan masyarakat Islam yang tinggi terhadap Islam berikut hukum-hukum yang diturunkan kepada mereka melalui Rasulullah, maka terciptalah masyarakat yang damai dan hampir belum pernah terjadi perselisihan di dalam hukum. Permasalahan dan pertanyaan masyarakat Islam pada periode itu langsung dijawab dengan turunnya ayat-ayat al-Qur‟an sebagai hukum yang memutuskan perkara mereka. Sehingga pada periode ini umat Islam telah terbina menjadi satu pemerintahan dan dakwah berjalan dengan baik tanpa tantangan yang dakwah oleh negara dapat dilaksanakan dengan menggabungkan aspek fisik dan pemikiran sekaligus. Hal ini dikarenakan negara dapat secara langsung menerapkan inti dakwah yaitu ajaran Islam dalam bentuk kebijakan-kebijakan di tengah masyarakat. Pelaksanaan Islam secara praktis tersebut akan memiliki dampak yang signifikan bagi terbentuknya masyarakat Islam yang kokoh sesuai dengan tujuan dakwah. Keindahan Islam hadir bukan semata terdengar melalui klaim-klaim para da‟i dalam ceramah dan khotbah-khotbahnya tetapi dapat secara nyata disaksikan dan dirasakan. Sistem hukum dan pemikiran Islam secara aktif mampu menciptakan lompatan-lompatan Islam meliputi Tunisia, Cyprus, Armenia dan sebagian wilayah Persia, Transoxania dan Tabaristan. Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2015. 38 Zainal Abidin Ahmad, 165 Roibin, Dimensi Historitas dan Normatifitas Penetapan Hukum Islam Pada Masa Rosulullah, dalam diakses 16 April 2020 202 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 peradaban yang menarik perhatian seluruh umat manusia. Sehingga, menurut pengakuan barat, tanpa sumbangsih peradaban Islam masa pencerahan di Eropa tidak akan terjadi. Suatu fakta historis yang menunjukan bahwa peradaban yang dibangun diatas fondasi Islam akan mampu menciptakan tatanan masyarakat yang maju, adil dan makmur. Kondisi masyarakat yang dibangun di atas aqidah dan hukum Islam akan melahirkan gairah dakwah bagi masyarakat tersebut sehingga mendorong mereka untuk menyebarkan Islam sebagai ideologi pada dunia. Sebagai agama dakwah, Islam secara aktif terus disosialisakan baik oleh negara, jamaah/kelompok masyarakat maupun individu. Tentu dengan tetap memperhatikan substansi pemikiran Islam yang dikembangkan di tengah masyarakat agar ada jaminan bahwa masyarakat mendapatkan faham keagamaan yang benar. Pada periode Madinah, komunitas yang membentuk masyarakat Islam baru terwujud. Karena itu, Nabi membuat fondasi atau dasar-dasar kekuasaan yang kuat disemua aspek dari mulai bidang sosial, ekonomi maupun politik dan hukum. Terbentuknya fondasi yang kokoh sangat penting untuk dijadikan sebagai pijakan bagi pemerintahan sesudah Rasulullah sehingga dalam kurun waktu sepuluh tahun kepemimpinan beliau di Madinah berhasil menghasilkan pengaruh yang besar bagi perkembangan Islam. Bahkan pasca wafatnya Nabi, fondasi itu tetap kokoh dan tetap menjadi pijakan pemerintahan Islam pada masa-masa sesudahnya yaitu dari masa khulafaur rasyidin hingga masa kekhilafan Utsmani dengan berbagai dinamika yang terjadi. Di sisi lain, makin luasnya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat tentu saja memerlukan wadah dan sistem untuk mengatur berbagai dinamika dalam masyarakat Islam. Untuk itu, melalui wahyu, Nabi Muhammad kemudian meggunakan pendekatan hukum Islam untuk mengatur kehidupan masyarakat baik antar individu maupun antar negara. Salah satu pendekatan hukum yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam membina masyarakat Islam yang baru di Madinah adalah dengan menerapkan pidana Islam atau yang dikenal dengan istilah perzinahan, pencurian dan pembunuhan. Sangsi hudhud dalam sejarah Islam baru turun pada periode Madinah masa dimana kekuasaan Islam berhasil diraih oleh Nabi Muhammad sehingga memungkinkan untuk mengadili manusia di wilayah kepemimpinan Islam dengan hukum Islam seperti qishas pada kasus pembunuhan atau tindakan kriminal, memotong tangan Abdurahman Mas‟ud, Paradigma Islam Rahmatan Lil „Alamin, Yogyakarta, IRCiSoD, 2021. 63 Hamka Haq, Syariat Islam, Wacana dan Penerapannya, Ujung Pandang, Yayasan al Ahkam, 2001. 103 Nashrah, Nabi Muhamad Sebagai Pemimpin Agama dan Negara, e-USU, 2005. 10 Menurut Ali bin Muhamad al-jurjani, makna hudhud adalah sanksi hukum yang jumlah maupun bentuknya sudah ditetapkan oleh Allah kepada orang yang melanggarnya. Hudhud merupakan hak Allah sehingga pemberlakuannya wajib dilakukan oleh negara dan tidak boleh diganti dengan hukum positif buatan manusia. Lihat Abubakar Jabir al-Jurjzani, Minhaj al Muslim Kitab wa Akhlak wa Ibadah wa Muamalah, Cet. VIII, Al-Madinatul al-Munawarah , 1976. 453 M a s t o r i , d k k D a k w a h d a n K e k u a s a a n … … 203 pencuri apabila telah memenuhi syarat-syarat pemberlakuannya, merajam pelaku zina muhson serta memberikan hukuman cambuk bagi peminum khamr. Seluruh penerapan sangsi dalam Islam selain merupakan implementasi ketataan masyarakat Islam terhadap Allah, dalam setiap hukum tersebut memiliki hikmah-hikmah yang sebagian dapat dirasionalkan. Seperti sangsi terhadap pezina. Dalam Islam, zina merupakan perbuatan kriminal yang mendapatkan hukuman cukup berat yaitu rajam hingga mati. Penerapan hukum rajam terhadap pezina ini sangat penting dalam menjaga kesucian masyarakat di Madinah ketika itu. Merajalelanya zina akan berdampak pada ruwetnya tatanan sosial yang lain seperti aturan Islam tentang hukum pewarisan, pernikahan dan dapat merembet pada persoalan keamanan dan ketertiban. Demikian pula pidana pencurian. Pada masa Nabi Muhammad, hukum pencuri adalah potong tangan. Hukuman ini telah ditetapkan dalam al-Qur‟an dan sunah Nabi. Diriwayatkan dari Sayidah Aisah, istri Rasulullah SAW. Bahwa Aisyah pernah bertanya pada Nabi, „adakah sebuah dispensasi yang bisa diberikan berkaitan dengan hukum potong tangan bagi pencuri. Mendengar pertanyaan tersebu Nabi lantas berdiri dan bersabda suatu kerusakan akan terjadi pada suatu kaum ketika meninggalkan hukuman pada seseorang yang berpunya kaya namun melaksanakan hukum pada orang yang miskin dan Nabi dalam menegakan hudhud bagi pencurian ini terlihat dari penolakan beliau memberikan dispensasi atau keringanan sangsi atas kasus pencurian yang melibatkan keluarga al-Mukhzumiah. Permohonan dispensasi ini diajukan oleh Usamah, orang dekat Rasulullah. Menanggapi permintaan itu, setelah pencurian itu terbukti, Rasulullah bersabda “demi Allah sekalipun anak saya Fatimah Az-zahra bila terbukti mencuri maka akan potong tangannnya”.Sikap Rasulullah ini memiliki dua hikmah. Pertama, penegakan hukum harus dilaksanakan secara adil, tidak pandang bulu. Siapa pun yang terlibat dalam perkara hukum, baik pejabat maupun rakyat, maka harus dihukum sesuai dengan perkara yang dihadapi sesuai ketentuan Islam. Kedua, keteladanan Nabi Muhammad terhadap proses penegakan hukum sangat penting untuk umatnya karena ada keteladanan Nabi sebagai uswatun hasanah. 3. Mendakwahkan Islam Pada periode Madinah, sebagai kepala negara Nabi Muhammad tidak berhenti berdakwah. Dengan kekuasaan dan pengaruhnya yang makin besar, beliau melakukan upaya-upaya dakwah dengan memanfaatkan kewenangan atau kekuasaan yang beliau miliki untuk mengembangkan misi dakwah. Dakwah tidak lagi terbatas pada ajakan lisan melalui ceramah maupun ajakan yang dilakukan secara personal. Berbeda dengan pendekatan dakwah di mekah, pada periode Madinah dilaksanakan dengan metode sebagai berikut Ahmad Sarwat, Madinah era kenabian, Jakarta,Rumah Fiqh Publishing, 2018. 14 Ibn Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Darul Bayan, Cet 1, 2006. 261 Muhamad Said Ishaq, Islam Membebaskan Manusia, Malaysia, Daul Ta‟zim, cet. 2, 2002. 65 204 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 Pertama, pengiriman ekspedisi militer. Dalam upaya mengenalkan Islam kepada dunia, Nabi Muhammad makin tegas dan berani dalam berdakwah pada periode Madinah yaitu dengan mengirim utusan kepada para pembesar suku-suku di luar jazirah Arab. Pengiriman ekspedisi militer ini dilakukan oleh Nabi, terutama setelah peristiwa perang khaibar berlalu. Pertama-tama beliau mengirim beberapa ekspedisi militer kepada suku-suku badui di semenanjung Arab dengan ketentuan bila mereka menerima Islam mereka akan selamat tetapi bila suku-suku itu melakukan perlawanan maka utusan muslim diperkenankan melakukan memperhatikan masyarakat kecil yang baru masuk Islam. Pada awal terbentuknya kekuasaan Islam di Madinah, tidak sedikit kaum dhuafa yang masuk Islam. Mereka datang dari luar Madinah sehingga bukan merupakan dari golongan muhajirin maupun anshor. Kemiskinan yang mereka derita mendorong Nabi untuk menyelamatkan aqidah mereka yaitu dengan menampung mereka di sebuah tempat khusus yang berada di serambi Masjid yang digunakan sebagai tempat perlindungan. Nafkah mereka ditanggung oleh umat Islam, baik dari golongan muhajirin maupun anshor yang memiliki kelebihan harta. Tindakan Nabi SAW ini penting untuk menjadi pelajaran bagi umat Islam khususnya para pengemban dakwah bahwa dakwah bukan semata memberikan asupan pemikiran dan pemahaman Islam tetapi harus diiringi dengan kepedulian terhadap masalah ekonomi masyarakat sebagai mad‟u. Sekalipun demikian, hal ini tidaklah mutlak karena kesejahteraan sejatinya merupakan tanggung jawab negara. Ketiga, mengangkat gubernur. Sebagai kepala negara, Nabi memiliki wewenang untuk mengangkat gubernur guna menjaga eksistensi dakwah dan pelayanan kepada masyarakat. Salah satunya dengan menugaskan para gubernur dan petugas zakat ke berbagai wilayah kekuasaan Islam untuk menarik zakat dan membagikannya kepada orang yang berhak. Langkah ini, selain merupakan implementasi dari syariat dan kewajiban zakat juga merupakan bukti bahwa dakwah yang dilakukan oleh negara memiliki peran untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Keempat, pengiriman surat kepada raja-raja untuk memeluk Islam. Sebagai kepala negara, secara politik Nabi memiliki kedudukan yang sejajar dengan kepala negara lain. Untuk itu, Nabi berkirim surat kepada raja-raja pada masa itu melalui para utusan yang bertugas mengantarkan surat tersebut diantaranya Nabi mengutus Abdullah bin Hudzafah kepada Kisra Persia, Dihyah bin Khalifah al-Kalbi kepada kaisar Byzantium Romawi, Amr bin Umayah kepada raja Najasyi, Hathub bin Abu Balta‟ah kepada al Muqaiqis di Iskandariyah, al Muhajir bin Abu Umayah kepada raja Yaman, al-Harits bin Said Ramadhan al Buthi, Fiqh Sirah ma‟a Mu‟jaz litarikh ar rosyidah, Dar al Fikr, Damaskus, 2009. 445 Taqiyudin an Nabhani, Daulah Islam, 72-73 Ibnu Ishak, Syarah dan tahqiq Ibnu Hisyam Sirah Nabawi, Jakarta, Akbar Media. 725 M a s t o r i , d k k D a k w a h d a n K e k u a s a a n … … 205 Abdu Khalal dan sebagainya. Seluruh surat dakwah yang disampaikan Nabi mendapatkan tanggapan yang beragam dari para raja dan penguasa yang semuanya menunjukkan bahwa kepala negara dalam Islam memiliki kewajiban untuk mengajak manusia kepada Islam sebagai implementasi keyakinannya bahwa Islam adalah agama yang paling benar dan agama satu-satunya yang dapat menyelamatkan manusia dari kesengsaraan hidup di dunia dan akhirat. Dari keempat aktifitas dakwah Rasulullah di atas, dakwah Rasulullah menuai sukses besar sehingga dengan kesuksesan itu mampu mengubah wajah peradaban Arab jahiliah kepada wajar peradaban Islam yang diliputi kegemilangan. Hukum dan sistem jahiliah berhasil dirubah sama sekali menjadi hukum dan sistem Islam yang kemudian berhasil mengangkat derajat bangsa Arab dan umat Islam secara umum kepada abad kegemilangan. Dengan kekuatan dan keagungannya, Islam berhasil menjadi agama yang banyak diterima oleh umat manusia di dunia. Penutup Berdasarkan kajian terhadap dakwah Nabi Muhammad di Madinah, dapat disimpulkan bahwa Pertama, secara sosiologis historis, kesuksesan dakwah Nabi Muhammad di Madinah bermula dari adanya dukungan secara politik dari tokoh-tokoh di Madinah. Mereka memberikan bai‟at berupa komitmen untuk beriman kepada Allah, meninggalkan keharaman dan pada akhirnya memberikan jaminan keamanan dan dukungan terhadap Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini mendorong Nabi Muhammad, atas petunjuk wahyu, untuk hijrah dan membangun kekuatan di Madinah dengan melakukan pembinaan, pelayanan dan penerapan Islam secara menyeluruh terhadap setiap ayat yang turun. Kedua, beberapa langkah strategis yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika meletakkan fondasi sekaligus membangun masyaakat di Madinah yaitu 1 membangun Masjid sebagi pusat kegiatan keumatan baik bidang ekonomi, hukum, politik bahkan jihad atau militer. 2 mempersaudarakan kaum muhajirin dan ansor dalam satu ikatan yaitu ikatan Islam. 3 membuat perjanjian damai dengan orang-orang non muslim yang tidak memerangi Islam. 4 menerapkan hukum Islam sebagai konstitusi untuk mengatur masyarakat Islam yang baru. 5 meluaskan dakwah dan jihad ke berbagai wilayah diluar jazirah Arab. Keempat, dalam masyarakat Islam, perbedaan agama tidak menjadi sandungan untuk merajut persatuan dan persaudaraan. Di bawah sistem pemerintahan Islam, masyarakat dapat hidup damai dan rukun sekalipun berbeda agama dan keyakinan. Sebab Islam menganut prinsip „bagiku agama-ku dan bagi-mu agama-mu‟. Kelima, keberhasilan Nabi Muhammad dalam mengelola pemerintahan berdasarkan Islam seyogianya dapat dijadikan teladan oleh pemimpin muslim terutama dalam menghadirkan Islam yang rahmatan lil „alamin. Ibid, 732 206 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 Keenam, penelitian ini menekankan pada aspek historis terkait relasi dakwah dan kekuasaan khususnya yang dipraktikan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, agar penelitian ini makin dirasakan manfaatnya bagi kehidupan sosial dan bernegara saat ini maka perlu adanya riset-riset lanjutan tentang implementasi kekuasaan power bagi perkembangan dakwah baik dalam ranah negara, organisasi Islam maupun institusi-institusi lainnya. Daftar Pustaka Adnan, Muhammad, Wajah Islam Periode Mekah-Madinah dan Khulafaur rasyidin, Cendekia, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 5, No. 1, Juni 2019 Agama, Departemen, Al Quran dan Tarjamahnya, Bandung, CV Diponegoro, 2006 Ahmad, Zaenal Abidin, Konsep Politik dan Ideologi Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1977 Al Asqalani, Ibn Hajar, Bulughul Maram, Darul Bayan, Cet 1, 2006. HR Al Bukhari, hadits No. 2695 dan 269 Al Buthi, Said Ramadhan, Dr. Fiqh Sirah ma‟a Mu‟jaz litarikh ar rosyidah, Dar al Fikr, Damaskus, 2009 Al Ghazali, Abu Hamid, Etika Berkuasa, Nasihat-Nasihat Imam Ghazali, Bandung, Pustaka Hidayah, 1988 Al-Bayununy, Muhammad Al-Fatah, Al Makhad ila „ilmi Ad Dakwah, Beirut, Muassasat Ar Risalah, 1991 Al-Jurjzani, Abubakar Jabir , Minhaj al Muslim Kitab akhlak Wa Ibadah Wa Muamalah, Arab Saudi, Madinah al Munawarah, 1976 Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam, Sejak Zaman Nabi Adam hingga abad XX, Jakarta, Akbar Media, 2013 An Nabhani, Taqiyudin, Daulah Islam, Bogor, Pustaka Thoriqul Izzah, 2002 Arif, Mohammad, Dinamika Islamisasi Makkah & Madinah, Asketik Vol. 2 No. 1, Juli 2018 Az Zuhaili, Wahbah, Konsep Darurat dalam Hukum Islam Nazhariah ad Darurah as syariah, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1997 Badri, Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiah 2, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2015 Darsono dan Ibrahim, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam 1 , Solo Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009 Ghazali, Imam, Mukasyafatul Qulb, Surabaya Penerbit Amelia, 2008 M a s t o r i , d k k D a k w a h d a n K e k u a s a a n … … 207 Haq, Hamka, Syariat Islam, Wacana dan Penerapannya, Ujung Pandang, Yayasan al Ahkam, 2001 Hart, Michael, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta, Pustaka Jaya, 1986 Hidayat, Imam, Teori-Teori Politik, Malang, Setara press, 2009 Hitti, Pilip. K, Histori of Arabs, London, Macmillan Education LTD Ishak, Ibnu, Syarah dan Tahqiq Ibnu Hisyam Sirah Nabawi, Jakarta, Akbar Media Ishak, Muhammad Said, Islam Keadilan Membebaskan Manusia, Malaysia, Darul Ta‟zim, 2002 Ismail, A. Ilyas, Paradigma Dakwah Sayid Quthb, Jakarta, Penamadani, 2006 Jaib, Saidi, Dirosat fi Manhaj al Islami as Siyasi, Beirut, Muassisah Ar Risalah, 1985 Kafi, Jamaludin, Islam Agama dan Negara, Surabaya, Bina Ilmu, 1983 Kanta Prawira, Rusadi, Sistem Politik Indonesia, Suatu Pengantar, Bandung, Sinar Baru 1983 Ma`arif, A. Syafi`i, Islam dan Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965, Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988 Mahmud, Ahmad, Dakwah Islam, Bogor, Pustaka Toriqul Izzah, 2009 Maran, Rafael Raga, Pengantar Sosiologi Politik , Jakarta Rieneka Cipta, 2001 Muhtadi, Asep Saeful, Dr. Era baru Politik Muhammadyah, Penerbit Humaniora, Bandung, 2005 Murdan, Hukum Islam dalam Kerangka Sistem Hukum Masyarakat Modern, Pelita, Vol 1, No. 1, April 2016 Musa, M. Yusuf, Nidzamul Hukmi Fil Islam, Cairo, 1963 Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta UI Press, 1979 Nata, Abuddin, Ed., Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan JakartaPT RajaGrafi ndo Persada, 2010 Natsir, M., Fiqhud Dakwah, Jakarta Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, 1977 Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta LP3ES, Cet. Ke8, 1996 Pulungan, Suyuti, Fikih Siyasah, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999 208 J u r n a l D a k w a h d a n K o m u n i k a s i , V o l . 6 N o . 2 , 2 0 2 1 Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-BengkuluE-ISSN 2548-3366; P-ISSN 2548-3293 Salim, Abdul Mu‟in, Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik dalam AlQur‟an, Jakarta PT. RajaGrafindo, 2002 Sarwat, Ahmad, Lc, MA, Madinah era KeNabian, Jakarta; Rumah Fiqh Publishing, 2018 Soekanto, Soerjono , Sosiologi Suatu Pengantar, RadjaGrafindo Persada, Jakarta, 2002 Sofyan Ahmad, A. & M. Roychan , Madjid, Gagasan Cak Nur, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 2003 Sukardja, Ahmad, Piagam Madinah dan UUD 1945, Kajian Perbandingan Tentang Hidup Bersama dalam Masyarakat yang Majemuk, Jakarta UI press, 1995 Sukarto, Toto, dkk, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta, Tiara Wacana, 2006 Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam I, Jakarta Pustaka al-Husna, 2003 Syukir, Asmuni, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya al-Ikhlas, 1983 Thaba, Abd Aziz, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, Jakarta, GIP, 1996 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Jakarta Balai Pustaka, 2005 Ya‟cub, Ali Mustafa Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2000 Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam II, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2015 Zahra, Muhammad Abu, Al-Dakwah ila Islam. Dar al-Fiqri al-Arabi, Zalum, Abd Qadim, Pemikiran Politik Islam, Bangil, Al Izzah, 2001 Zubaidi, Sujiat, Kritik Epistimologi dan Model Pembacaan Kontemporer, Yogyakarta, Lesfi, 2013 Rafiqi IhsanIskandar RitongaThe era of the Prophet Muhammad did not recognize the science of management and leadership, but he applied the science very well and perfectly. This study aims to explain and analyze the leadership of the Prophet as a modern leadership role model. Researchers use qualitative methods with the type of library research. The data used in this study used secondary data derived from books, Scopus-indexed journals Q1-Q4, Sinta-indexed S1-S4, and website articles that are relevant to the research topic. The data analysis technique uses content analysis. Researchers analyzed in depth the content of the sources obtained. The results of this study explain that the life of the Prophet Muhammad is inseparable from his function as a pioneer, aligner, empowerment, and role model. The relevance of the Prophet's leadership as a modern leadership role model is related to the leader's method of overcoming problems in modern times based on Islamic leadership principles for the realization of the maslahah of the Hildan AziziStudi ini bertujuan untuk mengetahui kesantunan berbahasa para nabi ketika berdakwah struktural melalui debat politik terhadap penguasa pada zamannya. Dakwah harus dilakukan dengan baik, termasuk jika menggunakan metode debat, maka harus berbantah dengan santun. Bahkan ketika debat terhadap penguasa penentang kebenaran yang berimplikasi secara politik, seperti yang dicontohkan para nabi ketika berdebat dengan penguasa pada zamannya. Studi ini berdasarkan pada teori pragmatik dan konsep kesantunan komunikasi Islam, menggunakan pendekatan kualitatif dengan menganalisis debat para nabi terhadap penguasa sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an. Studi ini menyimpulkan bahwa sekalipun para nabi berada pada posisi benar namun tetap menerapkan prinsip kesantunan berbahasa ketika berdebat kepada pihak pemilik kekuasaan politik yang menentang kebenaran. Prinsip kesantunan paling utama yang diterapkan adalah qawlan sadida atau be clear terhadap kebenaran. Juga terdapat penerapan prinsip qawlan ma'rūfa, qawlan tsaqīla, qawlan maysūra atau be polite berdasarkan pertimbangan cost-benefit, indirectness, optionality; sehingga menekankan pada kesadaran daripada MawastiArtikel ini bertujuan mengeksplorasi strategi nabi Muhammad dalam membangun komitmen organisasi pada anggota, khususnya, pada kaum Anshar. Hal ini berguna bagi organisasi dakwah dalam membangun komitmen anggotanya. Kaum Anshar adalah pengikut nabi di Madinah, yang dikenal memiliki komitmen tinggi dalam Islam. Nabi Muhammad memiliki serangkaian upaya dalam membangun komitmen kaum Anshar sehingga bisa memiliki komitmen yang tinggi untuk mengikatkan diri pada jama’ah atau persaudaraan Islam. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori membangun komitmen organisasi karya Dessler serta karya McShane dan Von Glinow. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Hasil studi ini menunjukan bahwa strategi utama nabi dalam membangun komitmen organisasi adalah dengan menginternalisasi visi organisasi. Sedangkan pada lapisan berikutnya strategi yang dilaksanakan meliputi kepemimpinan keteladanan, komunikasi 2 arah, budaya persaudaraan, keterlibatan anggota serta memberikan keadilan dan jaminan keamanan pada anggota organisasi. Strategi ini memungkinkan diadopsi bagi organisasi dakwah dalam membangun komitmen organisasi pada IshakSyarah Dan Tahqiq Ibnu Hisyam Sirah NabawiAkbar Media JakartaMuhammad IshakSaidIshak, Ibnu, Syarah dan Tahqiq Ibnu Hisyam Sirah Nabawi, Jakarta, Akbar Media Ishak, Muhammad Said, Islam Keadilan Membebaskan Manusia, Malaysia, Darul Ta"zim, 2002A IsmailIlyasIsmail, A. Ilyas, Paradigma Dakwah Sayid Quthb, Jakarta, Penamadani, 2006Dirosat fi Manhaj al Islami as SiyasiSaidi JaibJaib, Saidi, Dirosat fi Manhaj al Islami as Siyasi, Beirut, Muassisah Ar Risalah, 1985Rafael MaranRagaMaran, Rafael Raga, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta Rieneka Cipta, 2001MurdanMurdan, Hukum Islam dalam Kerangka Sistem Hukum Masyarakat Modern, Pelita, Vol 1, No. 1, April 2016M MusaYusufMusa, M. Yusuf, Nidzamul Hukmi Fil Islam, Cairo, 1963Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan JakartaPT RajaGrafi ndo PersadaAbuddin NataNata, Abuddin, Ed., Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan JakartaPT RajaGrafi ndo Persada, 2010Gerakan Modern Islam di IndonesiaDeliar NoerNoer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta LP3ES, Cet. Ke8, 1996Islam dan Negara dalam Politik Orde BaruAbd ThabaAzizThaba, Abd Aziz, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, Jakarta, GIP, 1996

Peradabanmasyarakat Madinah pada masa awal adalah bukti konkret keberhasilan dakwah Rasulullah Muhammad SAW. Digambarkan, hubungan sosial masyarakatnya sangat hangat dan indah, saling menghargai dan menghormati di tengah-tengah perbedaan, tidak saling memaksakan kehendak dan pendapat sendiri. tetapi juga erat kaitannya dengan kesadaran

Ketikadi bawah asuhan Rasul Allah s.a.w., Imam Ali r.a. per­nah diberi julukan "Abu Turab", yang artinya "Si Tanah". Pembe­rian julukan itu erat kaitannya dengan peristiwa ditemuinya Imam Ali r.a. di satu hari sedang tidur berbaring di atas tanah. Yang menemuinya Nabi Muhammad s.a.w. sendiri.

AlQur'an sangat erat kaitannya dengan dakwah. Karena menurut penulis, sumber rujukan utama dakwah adalah kitab suci Al-Qur'an. Biasanya para ulama berceramah dengan dikuatkan oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Di era globalisasi ini sebagai era kemajuan teknologinya, para ulama atau pendakwah mulai menyesuaikan metode dakwahnya dengan perkembangan zaman.

blZfAPY.
  • io0f317k78.pages.dev/111
  • io0f317k78.pages.dev/271
  • io0f317k78.pages.dev/242
  • io0f317k78.pages.dev/289
  • io0f317k78.pages.dev/329
  • io0f317k78.pages.dev/335
  • io0f317k78.pages.dev/357
  • io0f317k78.pages.dev/156
  • io0f317k78.pages.dev/200
  • dakwah rasulullah saw di madinah erat kaitannya dengan peristiwa